Diakhir januwari langit pun menangis.
Bahkan lebih deras dari biasanya.
Lebih dingin dari malam sebelumnya.
Dan yang diingat hanya rintik airnya yang mulai memenuhi bumi seakan ingin menghapus dan menghanyutkan segalanya.
Tentang kamu.
Tentang rindumu.
Dan tentang Desember yang hanya dapat menyimpan rindu-rindunya yang dibumbui keikhlasan untuk kembali terlupakan.
Hujan adalah cara langit untuk memeluk bumi.
Katamu, Desember yang dulu pernah begitu mendamba dengan sepotong rindu itu.
Sepotong rindu yang penuh dengan harap.
Sepotong rindu yang membuat hari-harimu lebih indah.
Dan sepotong rindu yang membuatmu bangkit dari kejenuhan karena terlalu sepi.
Kamu adalah Januwari yang selalu mengingatkan pada hal-hal lama itu.
Tentang bagaimana kamu tersenyum.
Tentang bagaimana kamu menyapa.
Dan tentang bagaimana kamu dapat membuat sebuah kehangatan dalam kalbu.
Namun sang waktu memaksa untuk meninggalkan kamu yang begitu didamba.
Yang begitu dirindukan.
Dan yang begitu dekat, saat itu.
Tapi kini jelaslah, bukan Desember yang kamu nanti.
Bukan Desember tempat rindu itu.
Dan bukan Desember pula yang ada dalam hati.
Karena kini kamu lebih memilih, menjadikan Februwari sebagai rindu yang layak dirindukan seorang Januwari..
Dariku, seorang Desember yang hanya ditakdirkan sebagai yang diakhirkan...
No comments:
Post a Comment