Total Pengunjung

Tuesday, July 31, 2018

(Tanpa Judul)

Lihatlah, angin sore ini mendesau perlahan, menggoyang reranting pepohonan. Lagit bermuram dengan mendung yang pekat. Udara dingin serasa tak ingin pergi. Perlahan malam datang, seperti tangis yang disembunyikan.

Sunday, July 29, 2018

Dan yang...

Yang tak dapat dimiliki hanya bisa dikagumi.
Dalam tiap sudut hati yang mengagungkan kekaguman itu bersembunyi. Menelusup dalam rindu-rindu yang tak dapat dibendung. Menjadi kalimat-kalimat pilu penuh sesak.

Yang tak pernah mengerti rindu-rindu itu bukan berarti tak pernah merindu. Hanya saja rindu-rindu yang datang tak pernah diterima dengan rindu yang sama. Karena yang selalu dirindukan adalah kerinduan pada rindu yang lain.

Yang hilang bukan berarti pergi. Untuk beberapa alasan tersendiri mungkin lebih pas untuk disebut sedikit menjauh. Namun bukan berarti pula untuk membuat jarak. Hanya saja lebih ingin disebut mengerti siapa yang sebenarnya ditunggu telah kembali. Dan kembali mengulang sebagai "yang terlewatkan".

Thursday, July 26, 2018

Saat itu..

Merahnya langit senja mulai berganti dengan gelapnya, kicauan terakhir burung gereja yang menyambut malam atau mungkin malah panggilan sang induk untuk anak-anaknya kembali ke sarang, kini mulai hilang bergantikan sebuah seruan ajakan yang menandakan panggilan untuk kembali mendirikan kewajiban.
Aku masih mengingatnya, sebuah setapak sepi yang ku lewati dengan pepohonan rindang dikedua sisinya, hanya langkah kaki yang kudengar. Dalam semburat cahaya rembulan dilangit yang cerah itu, aku tau persis siapa yang berjalan didepanku. Tapi entah mengapa, hanya untuk sedikit bersuara dengan sedikit alasan untuk menyapanya saja aku tak sanggup. Dia masih sama seperti yang ada dalam ingatanku, dia masih tetap orang yang menyapaku terlebih dulu, saat aku hanya dapat terdiam setiap kali aku didekatnya.
Seperti waktu itu, dan entah untuk yang keberapa kali lagi, tanpa sadar kegelisahanku untuk menyapanya terbuyarkan oleh suaranya yang memecah kesunyian dengan suara yang khas yang masih saja sama dalam ingatan. Disaat itu entah aku menyebutnya sore atau malam. Dengan riang dan senyum yang terkembang dia membuka obrolan kecil dan membuka obrolan diantara kami.
Dan saat itu, aku hanya dapat berharap jalan setapak ini tak pernah sampai pada akhir sebuah perjalanan. Dan sekali lagi harapan menjadi lebih jauh, agar waktu dapat terhenti saat itu juga, supaya momen ini tak akan pernah berlalu.

Tuesday, July 24, 2018

Setara, Seimbang, dan Pantas

Kadang rindu hanya bisa tunduk pada pemikiran logis yang menyesakkan.
Tidak, bukan, itu bukan pemikiran logis. Itu adalah peraturan semesta yang menganut sistem kesetaraan dan keseimbangan.
Semua diciptakan setara. Agar tak terjadi ketimpangan.
Ada baik dengan buruk.
Ada rindu juga pilu.
Serta pantas dan tidak pantas?
Lantas haruskah kalimat itu dianggap setara saat yang dianggap pantas ada lah ranah logika?
Memantaskan diri adalah cara terbaik menghibur diri saat batas kepantasan itu masih jauh dalam diri.
Menghibur karena ketidak mampuan untuk menjadi setara.
Pergi karena kesetaraan itu hanya dilihat dari satu sisi dengan takaran yang sama.
Mungkin setara mirip dengan seimbang.
Namun setara dan seimbang tak pernah sekata dengan kepantasan.
Setara akan sama saat kamu dan dia sepakat untuk berjalan bersama, tersenyum bersama, dan saling merindu saat saling menjauh yang dibumbui dengan sesak dihati. Hingga kamu dapat yang disebut pantas oleh mereka.
Sedangkan seimbang adalah saat dimana kamu dan aku yang memang dalam logika begitu jauh dengan kata pantas. Tetapi saat kamu jatuh (akan kukuatkan langkahmu lagi dengan uluran tanganku), saat kamu tersenyum (aku pun bahagia meski senyum itu bukan untukku), atau saat kamu berjalan dalam kesendirian (aku disana dalam diam yang membuatmu tak lagi merasa sendiri).
Menyakitkan?
Seimbang tak pernah merasa sakit. Karena keseimbangan selalu ikhlas memberi, dan satu hal yang membuat sosok yang disebut seimbang itu sakit adalah saat sesosok manusia yang disebut "kamu" lupa bagaimana tersenyum agar kembali pada pantas dan setara yang didamba.

Sampai pada yang terakhir, ini masih saja kalimat yang tak terselesaikan.

Saturday, July 21, 2018

Sunyi yang Menenggelamkan

Tuhan.
Mengapa kau ciptakan malam yang pekat ini.
Jika aku masih saja tak sanggup berucap.
Hal-hal yang aku inginkan telah kusimpan dalam gelap.
Namun cahaya itu datang membawa terang.
Memperlihatkan hal-hal yang rapat kusimpan dalam gulita.
Dan ketidak mampuanku untuk melangkah.
Telah menjatuhkanku dalam kekecewaan.
Yang pekat dalam kelam.
Dan kini malam-malamku kembali diam dalam sunyi yang menenggelamkan.

Friday, July 20, 2018

Help ! 😔

Boleh aku cerita sedikit?
Pernahkah kamu merasa begitu kosong. Tapi pikiran kamu saat ini entah sedang memikirkan apa.
Semakin dipikirkan hanya bayangan-banyangan  jauh didepan yang muncul seakan membuatmu berpikir jauh tapi merasa malas dan jenuh dengan keadaan sekarang?
Rasanya ingin bergerak maju. Tapi untuk bergerak terasa begitu berat.
Hari mulai berganti hari. Rasa jenuh. Muak. Dan malas itu semakin menjadi-jadi.
Hingga merasa kekosongan telah menguasai.
Saat cerah, ada saja alasan untuk membuatnya nyaman saat gelap. Dengan harapan petang nanti akan semakin cerah. Namun pikiran menghianati, gelap tak pernah mendatangkan cerah. Justru menyeretnya pada kegelapan yang semakin pekat.
Kalimat kali ini adalah keluh kesah yang rasanya ingin ku buang jauh.
Maka dari itu. Bisakah aku meminta nasihat untuk sedikit membagikan lentera mu untuk jiwa yang gelap dan pekat ini?
Tolong aku...

Tuesday, July 17, 2018

Sebentar Saja...

Hanya sebentar saja. Cukup untuk beberapa saat lagi.
Aku janji, ini tak akan lama.
Percayalah, hanya sebentar saja. Cukup beberapa saat lagi.
Bolehkah kita untuk "bersama" sebentar lagi saja.
Bisakah hanya untuk sebentar saja. Dan untuk beberapa saat lagi.
Sungguh aku berjanji. Ini tidak akan lama.
Atukah sesalah itu jika kita bersama lebih lama lagi?
Kita adalah bagian dari aku dan "aku" bagimu.
Saling menguatkan saat jatuh?
Saling bertukar kabar saat kamu sendiri dan butuh "sendiri" yang lain untuk menghapus kesendirian.
"Aku lelah" dengan lemah kamu sampaikan terpisah dalam makna didalamnya.
Dari jauh ingin rasanya menggenggam tanganmu, erat, dan merasa tak ingin untuk melepaskannya lagi.

Akhirnya. Waktu pula lah yang menjawab. Bahwa tangan ini tak diperbolehkan sanggup menggapaimu.

Kamu pernah menangis sedu, dan aku sangat-sangat ingin menghapus air matamu.
Namun. Kamu menolak dengan halus. Karena aku tak pernah menjadi alasan untuk membuatmu tersenyum. Alasan untukmu berbagi tangis bahagia dan tawa sedihmu.
Tapi satu hal yang pasti aku tau. Aku bukanlah alasan tangis sedihmu itu. Kurasa cukup inilah peran "aku" dalam bagian skenario hidupmu. Yang akan pergi perlahan dengan tiupan angin. Kembali membawa sepi ku ke suatu tempat.
Dan setelah kamu selesai dengan tangis sedu itu. Lihatlah langit yang selalu saja terlihat begitu cerah.
.....

Sunday, July 15, 2018

Kiasan

Karena malam tlah terganti.
Oleh paginya yang dingin.
Serta mentari yang mulai menyinari.
Biarkan aku sejenak mengagumi.
Kehangatan senyum itu bersama sesak dalam hati.
Untuk menjadi bagian dalam kisah diawal pagi.
Yang suatu saat nanti akan terganti oleh takdir sang waktu dan menjadi sebuah akhir.

Saturday, July 14, 2018

Untuk Kembali Melihatmu

Kata aku menyukaimu itu. Tak sempat aku ungkapkan. Sebuah senyum lebar saat Tuhan memberikan waktu untuk kembali melihatmu.
Dan suatu saat nanti dimana kamu akan melupakanku.
Namun aku hanya dapat memastikan bahwa. Hal-hal tentangmu takkan pernah terlupa.
Seperti prasasti yang terukir dalam kalbu.
Tak perduli mereka mengatakan seperti kapal yang berpapasan saat badai. Ataukah sebuah lirikan potongan pemandangan dijendela kereta api. Dan kukatakan satu yang pasti, semua adalah tentangmu.
Kalimat memang akan terasa indah saat terbaca. Memunculkan pilu yang dibarengi dengan rindu yang manis. Walau harapan-harapan itu hanya mimpi yang tak pernah terasa nyata. Semua tentangmu adalah keindahan yang menghangatkan jiwa.
"Kita" adalah kata yang pendek tentang aku dan kamu. Tapi sepanjang angan dalam "kita" masih tertulis dalam kalimat. Bukankah itu adalah impian yang terasa nyata?

Friday, July 13, 2018

"Saatnya"

Diriku yang sekarang sedang mengejar namamu.
Nama yang aku punya hanya nama, tak lebih.
Seperti malam. Dan kamu.
Selalu punya banyak arti, yang bahkan namamu adalah hal paling berarti.
Jauh.
Diujung hati kecilku selalu mendengungkannya.
Dengung yang bergema dari pemikiran logis, tentang bagaimana namamu dan makna-maknanya adalah hal-hal yang teramat jauh untuk ku gapai.

Sebuah nama yang meski sama. Namun berbeda.
Atau mungkin bukan nama, namun makna didalamnya.
Semua nama yang kamu punya adalah "angan" yang belum dapat ku"nyata"kan.
Dan jika waktu datang dengan "saatnya", mungkin ini adalah tanda bahwa aku dan nama-namaku hanya akan selalu menjadi bayang yang kan menghilang saat sang surya menajamkan sinarnya.

Bukan karena aku membenci cahaya, namun ada kalanya kita harus benar-benar bangun dalam angan yang menghanyutkan. Seperti tulisan-tulisan ku yang hanya kiasan tanpa makna. Dan selama ini terus kuanggap bahwa kamu ada.
Seperti yang kalian baca bahwa "kamu" adalah dia yang hanya hidup dalam kata.

Wednesday, July 4, 2018

Bukan Kata yang Terhenti

Adalah malam yang gelap.
Terduduk sendiri bukan karena menyendiri.
Tersudut dalam kesepian bukan karena sepi.
Menatap malam yang dingin untuk membekukan hati.
Menulis.
Dia hanya ingin menulis.
Menuliskan yang selama ini terabaikan.
Dalam persimpangan yang tak penah sepi.
Oleh lalu lalang kata yang tak pernah berhenti.
Terhenti.
Bukan kata yang terhenti.
Hanya jemari yang selalu ingin mengerti.
Barisan kata dalam hati.
Tuhan.
Apakah sunyi sedingin ini?
Malam-malammu yang dia tau hanya menyendiri.
Bersama gelap yang membuatnya mengerti.
Bahwa tulisan ini adalah engkau yang memberi.
Dan dia hanya ingin menulis lagi agar tulisan itu berakhir untuk kembali menjadi awal yang baru.