Total Pengunjung

Wednesday, November 28, 2018

Sore ini 14.55 dan hujan

Hujan adalah sebuah cara Tuhan menguji makhluknya yang lemah.
Ada hujan yang membuat hati tertutup emosi.
Ada pula hujan yang mebuat hati bersyukur.
Emosi karena merasa terjebak dalam kubangan yang enggan untuk diterjang.
Ataupun ribuan syukur karena saat hujan telah memberikan sebuah situasi yang tak pernah dibayangkan.
Dalam rintik hujan yang tak terasa akan habis ini sendirian memandang indahnya ciptaan Tuhan yang entah Dia ciptakan untuk siapa.
Meski hanya dengan diam dan pandangan kecil yang terus mensyukuri keindahan itu.
Hati kecil berharap supaya hujan ini tak pernah usai. Namun disisi lain ada rasa kecewa karena tak ada keindahan yang abadi. Tak ada situasi yang dapat disimpan seperti foto dalam bingkai. Semua harus berjalan. Semua harus tetap dalam kewajiban masing masing. Karena waktu itu kejam. Bahwa ini adalah situasi dimana mereka menyebutnya sebagai ingatan yang harus dibuang.

Sunday, November 25, 2018

Persendian Manusia Berjumlah

 Dalam tubuh manusia terdapat tidak kurang dari 360 persendian. Dan dari sekian banyak sendi tersebut, menurut penelitian para ahli dengan berbagai macam percobaan yang telah dilakukan bertahun-tahun secara klinis, maka didapatkan kesimpulan bahwa.
bagian sendi yang paling sering dan rentan merasakan sakitnya piilu adalah





sendi_rian...

Saturday, November 24, 2018

Airmata? Air mata?

Sebuah hari dimana kekecewaan telah menemukan jalannya. Maka setiap hari adalah kesedihan yang tak lagi dapat tertahankan. Dan ketika kau merasakannya. Menangislah.
Karena hanya airmata yang mampu sedikit menyembuhkan luka itu. Biarkan airmata itu pula bebas menetes. Tak usah lagi kau tahan. Hingga nanti kamu tersadar betapa terlukanya hati itu. Maka biarkan airmata itu membantu menyembuhkan hatimu yang pilu.
Percayalah. Airmata adalah obat untuk kekecewaan dalam harimu.

Friday, November 23, 2018

Kamu

Semua orang menyukaimu.
Orang sepertiku, hanya dapat menggambarkanmu lewat kalimat terbatas.
Tentang komposisi senyum, dan raut bahagia milikmu ini cukup membuatku bahagia.

Sunday, November 18, 2018

Kerap bertamu di kotamu, tapi tidak bisa lagi bertemu

Adalah tentang udaranya yang panas.
Tentang bau khas dedaunan yang meranggas
Tentang sedikit bau terbakarnya jerami
Ditambah tanahnya yang lengket dikaki sehabis hujan
Dengan retaknya permukaan tanah yang ditinggalkan hujan berbulan bulan

Pemandangan yang sama rumah-rumah dengan pelataran yang khas.
Tentang persimpangan jalan yang sama
Tentang manusianya yang menggunakan logat yang khas

Sungguh sebuah pemandangan dan suasana yang membuatmu rindu
Rindu akan memori-memori lama disana yang menunggu untuk kembali dibuat

Tentang kamu yang disana pernah dekat
Hingga kini saling berjauhan dan bahkan untuk saling sekedar memandang tanpa saling bertukar kata. Itu jauh.
Sangat jauh dan terlampau jauh.
Inikah yang dinamakan merindu, pada rindu yang tak pernah sampai pada tujuan.

Rasa rindu yang menggebu dengan niat tulus yang tersimpan rapi terbalut harapan-harapan
Rasa rindu yang pilu melihat kenyataan-kenyataan dalam perjalanan waktu

Adalah sesak dan perih teriris dengan rasa pahit yang tak pernah terbayangkan harus ditelan dengan senyuman
Membuat kalbu menjerit dan senyuman harus tetap terasa manis

Karena tentangmu adalah susasana yang kurindu dengan segala bentuk keindahan karena adanya dirimu.

Thursday, November 15, 2018

Kamu yang Lebih dari Indah

Aku mungkin tak sepantas itu.
Untuk sebuah keindahan yang terlampau indah.
Kamu adalah kesempurnaan duniawi yang tidak hanya diakui oleh sesosok makhluk dengan predikat standar sebagai sempurna yang disebut aku.
Entah karena nasibmu yang terlalu baik.
Atau karena usahamu yang sangat gigih.
Aku semakin merasa tak sepantas itu.
Untuk seorang kamu yang begitu tak terucapkan.
Untuk seorang kamu yang lebih dari kata indah.
Untuk seorang kamu yang membuat mereka percaya akan kesempurnaan hakiki.
Aku jadi tak merasa pantas untuk menuliskan kalimat ini.
Karena kamu bahkan lebih dari ini.
Maka dari itu. Sapaan dariku hanya kalimat kecil yang merupakan salah satu sapaan hangat dari mereka yang bahkan bernasib sebaik kamu.

Wednesday, November 14, 2018

Kenyataan dan rasa pahitnya

Adalah malam yang pekat tanpa kesunyian
Adalah dingin yang menyayat tanpa perasaan
Rasa sesak dengan dominan getir yang tanpa belas kasihan
Aku sangat mengerti.
Aku sangat paham.
Aku sangat tau.
Bahwa sakitnya
Bahwa pilunya
Bahwa pahitnya
Adalah kombinasi luar biasa
Dari sebuah keadaan yang disebut bagian pada kenyataan.
Dari sebuah hasil yang tak diharapkan.
Dari ribuan harapan indah yang harus pupus.
Dalam sebuah situasi yang kalian tahu sudah jawabnya.
Seperti ingin mengulang
Seperti ingin meminta lagi
Seperti ingin kembali dan mencoba
Keinginan
Untuk sebuah kesempatan
Untuk sebuah cara tambahan
Untuk sebuah jalan keluar
Namun kenyataan adalah realitas yang tak terbantahkan.
Bahkan untuk harapan-harapan yang menggebu sekalipun harus tunduk dan layu. Tersiram terik dan panasnya kekecewaan.
Karena kegagalan adalah warna kelam pada sebuah kedalaman, maka tolonglah aku yang kembali jatuh dan masih saja tak menemukan setitik berkas cahaya dalam kebisingan yang semakin menenggelamkan.

Semoga Rasa Sakit Ini Tak Menular

Diam-diam rasa itu ada. Menelusup dalam dedaunan kering dan dahan dahan pohon yang terlalu lama gersang. Pada sepetak hati yang kerontang.
Rasanya seperti angin segar dari utara. Membawa kabar awan hujan mulai datang.
Rasa dinginnya adalah riak bahagia milik mereka.
Dan jatuhnya hujan itu. Adalah rasa pilu dan kenyataan pahit yang dibumbui rasa sakit diulu hati. Luka karena kekalahan yang menganga membuat rasa perih yang tak terkira.
Meski sudah ingin disimpan dan bukan berarti dilupakan. Pilu itu kembali ada saat suara-suara mereka menanyakan "mengapa".
Suara hujan itu hilang tergantikan teriakan-teriakan kekalahan yang entah akan sampai kapan. Jika kekalahan adalah aib bagi yang menerima. Mengapa teriakan kemenangan begitu keras digaungkan?
Sudahlah. Terima saja kekalahan itu.
Begitu mudah diucapkan. Tapi sulit untuk yang memang ditakdirkan kalah. Inikah takdir Tuhan yang tak bisa diganggu gugat. Hasil dari semua jerih payah yang masih kurang dibanding jerih payah para pemegang kemenangan.
Mengakhiri bukan sebuah jawaban atas hasil yang mengecewakan. Karena waktu yang diberikan hari ini bukan untuk meratapi dan menyesali. Maka, rasakan saja sesak, pilu dan perihnya kegagalan. Namun jangan pernah lupa bahwa mereka yang menuliskan jalannya sebuah cerita. Selalu punya kejutan.
Entah itu kemenangan yang membahagiakan
Ataupun
Kembali menelan bulat-bulat pahitnya sebuah kekalahan.
Dan jika diijinkan. Biarlah rasa pahit itu untukku seorang. Supaya mereka tak juga merasakan hal yang sebenarnya tak pernah aku inginkan. Tapi selalu kudapatkan.

Friday, November 9, 2018

Berhenti Berharap

Aku tak lagi berharap. Pada kenyataan yang harus pupus karena ketidak mampuanku. Tergeletak sepi. Pada sudut ruang kosong yang tak berisi apapun kecuali debu-debu yang terlupakan. Hujan diluar. Ramai riak gemericik air yang jatuh sekan menari. Dan aku hanya pengamat dan pendengar yang tak penah lelah mengagumi.
Hari itu adalah dimana kebahagiaan yang tak tergambarkan. Penuh warna-warna cerah yang terlukiskan senyum penuh keceriaan tanpa beban dan paksaan.
Dan sekali lagi kamu adalah tokoh utama dan aku hanya sebagai penulis yang tak lebih dari pengamat indahmu dan hanya tentang bagaimana aku memandangmu sebagai kamu.
Malam ini aku menunggu bersama rasa pilu. Adakah kamu mengingat aku. Ataukah semua tentangku kau lupakan lagi?

Thursday, November 8, 2018

Fiktif

Tak usah risau.
Inilah kami.
Yang mereka sebut penulis yang mungkin memang tak sejelas itu. Atau bahkan tanpa kejelasan.
Perasaan kami berubah seiring waktu. Kami patah hati bukan hanya saat patah hati. Namun hal kecil kadang mendatangkan perasaan pilu itu.
Bukan maksud kami untuk terlalu menikmati kesendirian. Namun kesendirianlah yang membuat kami menulis.
Beragam rasa. Beragam kejadian. Dan beragam makna yang kami tulis adalah kesendirian itu sendiri.
Terkadang rasa itu muncul saat kami terlalu dalam pada kesendirian kami.
Rasa puas saat kalimat kami telah tersusun. Adalah bagian dari rasa lega. Meski terkadang perasaan kami hanya sebuah fiktif belaka.

Wednesday, November 7, 2018

Nama yang Lain

Aku pernah melihat keindahan.
Yang sudah Tuhan ciptakan untuk memberi warna dalam kehidupan.
Paras cantik dan senyum anggun miliknya adalah nikmat Tuhan yang tak terbantahkan.
Kerudung yang selalu dikenakannya ia lebarkan dengan warna senada seperti rona bibirnya yang menawan.
Oh Tuhan. Sekali lagi kuucap syukur atas karunia mu yang tanpa batas.
Keindahan-keindahan yang engkau ciptakan sungguh mempesona.
Ajari aku Tuhan untuk tetap mengagumi tanpa pernah merusak.
Karena aku hanya makhluk lemah yang terkadang lupa bersyukur bahwa semua keindahan itu adalah kesempurnaanMu.
Tidak seperti aku yang kadang masih saja lemah untuk hanya sedikit kembali menatap.
Meski kini keindahan itu mempunyai nama. Dan hanya sebuah nama yang sebentar lagi akan bersama nama yang lain.

Tuesday, November 6, 2018

Kelabu

Aku memang tak semeyakinkan itu.
Nasibku masih abu-abu.
Masa depanpun masih pekat dengan kelabu.
Dan kamu tau yang lebih menyakitkan dari tak pernah dianggap meyakinkan?
Itu adalah suatu saat aku melihat dimasa depan nanti, kamu tak pernah dapat bahagia dengan semua garis nasib yang Tuhan berikan padaku.

Tanpa Aku

Apa kabar kamu hari ini?
Adalah ungkapan yang begitu jauh dan sangat jauh.
Teramat jauh malah.

Alamat yang dituju jelas.
Namun realitas makna disana adalah hal-hal yang tak pernah diketahui.

Hanya sekedar bertanya sesingkat itu saja, nyatanya dunia perlu kepastian. Untuk siapa pertanyaan itu dilontarkan. Dan jika hanya dituliskan saja, mungkin semua bisa menjawab. Namun itupun jika ada yang perhatian dan meluangkan sedikit waktunya. Dan lebih pilunya lagi adalah bahkan saat sejelas itu tertuliskan masih saja semua bungkam, diam, dan kesunyian yang menghampirinya.

Kamu disitu adalah kamu. Masihkah kamu menganggap itu sebagai kamu-kamu yang lain. Dan jika memang itu bukan kamu. Sudah pasti akan tertulis dia atau mereka. Namun sekali lagi, itu kamu.
Kamu yang sebagai kamu. Dalam setiap kalimat ini.
Kamu yang sebagai kamu. Pada hari ini.
Dan kamu yang sebagai kamu. Sendiri dalam ranah maknawi.

Monday, November 5, 2018

Di Ujung Jalan itu...

Melihatmu kini berubah.
Aku bisa apa.
Rasa tak pantas itu
Memukulku keras.
Menyadarkanku akan alasan logis dunia
Yang memaksa untuk sadar diri
Derajat dan pangkat adalah nilai yang tak terbantahkan di sini.

Rasa memang tak pernah berbohong.
Tapi realita adalah sebuah kehakikian.

Aku disini memandang.
Dekat dan lekat
Tapi jauh.
Sangat jauh.
Bahkan lebih jauh dari rasa rindu
Saat kejauhan adalah jarak dalam skala radius.

Dan kini saat engkau harus lepas dari pandangku.
Rindu itu tak pernah pergi.
Bahkan lebih pilu dari saat sebelum melihatmu.
Diujung jalan itu. Tanpa sedikitpun kamu memandang ke sisiku..