Total Pengunjung

Tuesday, February 16, 2021

The other rainy days

 Tak apa kawan. Tak apa.

Aku juga pernah menjadi mendung yang menutupi langit. Sebelum jadi hujan yang menyegarkan.

Tak apa kawan. Sungguh tak apa.
Aku pernah tersesat diantah berantah. Sebelum aku kembali digerakkan oleh angin yang dikirim sebagai takdir Tuhan.

Tak apa kawan. Benar. Aku tak apa.
Aku pernah dijatuhkan ditempat yang bahkan aku tak tau kemana harus mengalir. Sebelum aku ditarik grafitasi untuk turun terpecah dan dipersatukan kembali.

Mari kita lihat. Hujan sore ini bukan karena mentari lelah menyinari dan menghangatkan.
Hanya saja dia tau ada beberapa harapan yang sepertinya sangat membutuhkan hujan untuk dia merasa bahagia.

Lihat. Mari mendekat. Apa yang menggerakkan dedaunan. Apa yang selalu bergerak dalam ruang kosong itu. Dan apa yang merubah suasana dalam kebekuan yang diselimuti kehampaan itu. Jika bukan takdir Tuhan yang menghendaki debu-debu itu menari kegirangan.

Dan kau tau kawan. Ada hal-hal yang kamu lewatkan dari hujan dan sedikit orang menyebutnya badai sore ini dari suara rintik yang selalu tepat. Dari suara petir yang menggelegar.
Ternyata disana ada keheningan yang membuatmu berfikir. Dimana kamu saat ini yang seolah menyadarkanmu bahwa waktu tidak pernah berhenti. Dan kamu melihat dirimu sebagai kamu yang hanya tau harapan kadang sederhana. Seperti saat ini kamu berfikir kapan waktu akan membawamu pada titik akhir penantian.
Sebelum badai mereda.
Hujan telah lelah terjatuh.
Petir berhenti menyambar.
Supaya kita bisa kembali berjalan dititik temu yang sudah Tuhan takdirkan melalui persimpangan jalan yang telah kita pilih. Lantas apa lagi yang membuatmu ragu.
Aku tau. Itu adalah masa lalu.
Yang meski berharap untuk kamu lupakan.
Nyatanya dia selalu ada dan tak bisa diubah.
Maka sekali lagi aku tegaskan.
Tak apa kawan tak apa.
Karena hujan tak selamanya membawa kesedihan.


No comments:

Post a Comment