Aku tak pernah takut. Jika tulisan tulisanku hanya akan berakhir sebagai fiksi.
Aku tak pernah takut. Jika kata demi kata yang ku susun hanya akan berserakan diantah berantah.
Aku tak pernah takut. Jika kalimat kalimatku dicap monoton oleh mereka yang tak sengaja membaca.
Yang aku takutkan hanyalah. Saat dimana jarak dan kejauhan kita mulai mendatangkan kabut.
Rintik gerimis yang masih terus menghubungkan kita. Mulai menghilang.
Tunas harapan yang mati matian dipertahankan mulai layu.
Embun yang selalu dinanti untuk sekedar mengabarkan perasaan itu masih tetap ada.
Bahkan tak cukup lagi membasahi gersangnya jarak diantara kita.
Ditempat ini dibagian sudut dunia dimana aku hanya bisa terbaring sendiri. Menikmati sunyi
Dalam bagian waktu yang disebut sebagai malam.
Waktu dimana mereka mengistirahatkan segala kepenatan. Nyatanya pikiranku membawaku pada hal-hal paling getir yang pernah dibayangkan.
Tentangmu yang makin menjauh.
Tentangmu yang makin membuat rapuh.
Tentangmu yang makin membawa pilu.
Bahwa dengan tegas kulihat diriku sendiri. Dan rintik gerimis terakhir hari ini darimu menyadarkanku.
Bahwa pantaskah aku untukmu.
Tentangku hanya kisah-kisah kegagalan.
Mimpi-mimpiku hanya angan tak bertuan.
Rencana-rencanaku hanya gurauan yang ditertawakan.
Pilihan-pilihanku hanya makin membuatku tersesat.
Dan sekali lagi. Apakah benar-benar kamu telah melihatku. Apa adanya.
Disini pikiranku makin tak berarah
Ketakutan-ketakutanku seperti datang menghadang.
Mereka memberikan gambaran-gambaran tentang bagaimana kamu. Yang begitu luar biasa dan selalu dipuja-puja, dinanti dan selalu dilukiskan begitu indah.
Lantas pikiran terbodohku datang melihat semua keburukanku. Dan menjelaskan.
Jika aku yang bukan siapa-siapa.
Jika aku yang hanya kau sebut dia, yang dihilangkan dari kumpulannya. Yang terbuang dari pilihan yang tak pernah dipilih. Yang terkubur dalam palung terdalam dan dilupakan sejarah.
Lalu mereka berbisik lirih.
"Sudah waktunya sadar diri".
Aku tertunduk. Membayangkan nanti bagaimana tidak bahagianya kamu jika bersamaku.
Yang hanya bisa bertahan dalam kesederhanaan yang paling sederhana.
Yang hanya bisa memiliki hal-hal remeh dan tak semewah mereka.
Maka haruskah aku pergi. Menghilang bersama kabut yang datang ini.
Membiarkan waktu memberimu isyarat untuk melupakanku.
Membiarkan waktu benar-benar menghapus tentangku darimu.
Meski disini aku tak bisa berjanji, apakah aku akan benar-benar lupa. Tentangmu.