Mungkin puisi puisiku selama ini telah salah.
Mencoba manggambarkanmu terlalu klise.Yang hanya itu-itu saja. Dan dibumbui harapan entah angan untuk bersamamu.
Namun sebenarnya hati kecilku berkata.
Apakah dengan cara ini kamu akan melihatku?
Apakah dengan begini aku akan benar-benar meluluhkanmu?
Terus bersembunyi dalam angan dan imajinasiku sendiri.
Terus menulis tentangmu bahkan nyatanya tak pernah benar benar bersamamu.
Aku seperti membohongi diriku sendiri.
Dengan harapan. Kamu akan memperhatikanku.
Naif memang.
Tapi beginilah dunia bekerja. Lebih selektif. Lebih mementingkan apa yang bisa dilihat olehmu sendiri dan mereka.
Pernah tidak kamu meski hanya sejenak berfikir apa yang membuatmu mau memilih yang tak kamu suka.
Hanya karena dia selalu ada disana dengan lantang. Selalu tegar menetap di satu tempat?
Entah saat kau butuh ataupun saat kau acuh?
Tak pernah sekalipun menyembunyikan dirinya dengan pembenaran sendiri.
Bahwa dengan begini dia selalu tegar menerima acuhnya kamu. Judesnya kamu. Galaknya kamu. Atau bahkan sikap tak pedulinya kamu padanya. Dia tetap disana. Sepahit apapun kenyataan tentangmu. Setidaknya dia selalu disana. Menunggumu dengan tanpa pamrih. Tanpa syarat. Dan tanpa membohongi dirinya sendiri dengan menciptakan sosok kamu yang sempurna dalam bayangannya sendiri.
Lihat. Nyatanya dia masih saja tegar menerima apa adanya kamu. Dan masih menanti kamu untuk kembali mengingatnya.
Dia berani mencoba. Dan tak sedetikpun melewatkan kesempatan untuk mendapatkan sedikit perhatianmu. Lagi dan lagi.
Tapi bagaimana denganku.
Sekarangpun masih saja menciptakan sosokmu.
Menggambarkan senyum milikmu. Tawa renyah darimu. Dan gambaran ideal bagaimana kamu saat itu.
Yang ternyata masih saja entah apakah kamu benar benar melihatku. Entah dulu. Entah nanti.
Karena sekarang. Mungkin kamu bahkan tak terfikir tentangku.
Yang memang tak bisa lagi kusembunyikan. Tentang rasa dan rinduku padamu.
Hanya saja pilihanmu mungkin bukan aku.
Seorang sosok yang lemah, tak berguna, lalu mungkin bahkan tak dikenal oleh dunia.
Dan sekarang angan maupun imajinasi telah menghianatiku. Menjatuhkanku dengan pertanyaan paling getir dan pahit.
Siapa juga yang mau mengajak bicara orang seperti aku. Kata mereka dengan jumawa.
Kini bersama malam. Aku berharap.
Sunyi ini tak berujung.
Supaya sosok aku tidak lagi mencipta.
Kalimat pilu dan sendu hanya karena kenyataan dan angan tak saling bisa bersatu.
Dia berani mencoba. Dan tak sedetikpun melewatkan kesempatan untuk mendapatkan sedikit perhatianmu. Lagi dan lagi.
Tapi bagaimana denganku.
Sekarangpun masih saja menciptakan sosokmu.
Menggambarkan senyum milikmu. Tawa renyah darimu. Dan gambaran ideal bagaimana kamu saat itu.
Yang ternyata masih saja entah apakah kamu benar benar melihatku. Entah dulu. Entah nanti.
Karena sekarang. Mungkin kamu bahkan tak terfikir tentangku.
Yang memang tak bisa lagi kusembunyikan. Tentang rasa dan rinduku padamu.
Hanya saja pilihanmu mungkin bukan aku.
Seorang sosok yang lemah, tak berguna, lalu mungkin bahkan tak dikenal oleh dunia.
Dan sekarang angan maupun imajinasi telah menghianatiku. Menjatuhkanku dengan pertanyaan paling getir dan pahit.
Siapa juga yang mau mengajak bicara orang seperti aku. Kata mereka dengan jumawa.
Kini bersama malam. Aku berharap.
Sunyi ini tak berujung.
Supaya sosok aku tidak lagi mencipta.
Kalimat pilu dan sendu hanya karena kenyataan dan angan tak saling bisa bersatu.
No comments:
Post a Comment