Total Pengunjung

Monday, January 20, 2020

Basa-Basi Birokrasi


Semuanya kenal dengan yang bernama grafitasi.
Dia selalu menjatuhkan. Menyeret siapapun kedalam arus birokrasi yang bobrok.
Tertunduk-tunduk seakan status diri lebih tinggi.
Senioritas dijunjung tinggi dengan maksud terselubung untuk merendahkan.
Kata patuh hanya sebagai jargon supaya dapat "muka" didepan pemegang kekuasaan.
Dibelakang mengikuti arus seakan tak sejalan.

Sekali lagi, grafitasi menjatuhkan.
Meyeret arus besar rutinitas monoton yang meledak diawal namun mengumpankan dibelakang.

Yang merasa tak enak untuk menolak, mati menyedihkan.
Yang merasa bisa menyuruh, tertawa dalam angan.
Bertumpuk tugas makin menggunung.
Namun dituntut bagus tanpa ada pengertian setitik pun.
Kami dianggap relawan bodoh.
Yang bahkan kalian lupa nasib kalian sebelum ini.

Yang masih dianggap baru diiming-imingi kata "Latihan".
Bukan untuk menjadi lebih baik.
Bukan untuk menjadi "Terlatih".
Hanya omong kosong menyembunyikan niat asli untuk bebas tugas bagi yang merasa lebih berkuasa.

Membunuh kreatifitas hanya karena disuruh keadaan.

Kalian pikir, 
Orang baru tak becus!!
Kalian pikir,
Orang baru dungu!!
Maksudmu tercium dari berhari-hari kami memperhatikan.
Niat kalian busuk!!
Pikiran kalian picik!!
Kau anggap kami anak kecil yang tak tahu apa-apa. Hah!!!!

Mau sejauh apa kami mengumpat?
Mau sejauh apa kami mengeluh?
Maka sadarlah, kalian adalah golongan grafitasi.
Yang menjatuhkan kami.
Membunuh cita-cita luhur kami.
Kami manusia bukan robot yang hanya perlu makan listrik.

Tuhan. Maafkan kami yang hari-harinya dibanjiri oleh keluh kesah keadaan.
Bukan maksud kami yang tak pandai bersyukur.
Bukan pula maksud kami yang menanam rumput suapaya keajaiban menumbuhkan padi.
Hanya saja kami perlu sosok "elevasi" yang dapat membantu kami bangkit lagi dari jurang grafitasi.

Sunday, January 19, 2020

State Of The Art


Pagi ini ditengah hiruk pikuk manusia yang mencari kepentingannya masing masing.
Aku seperti mengenal sepasang mata itu.
Melihatmu dari sedekat itu. Hati  kecilku berkata.
Wajah itulah yang kamu lihat storynya tiap hari.
Wajah itulah yang tak pernah benar-benar berani untuk sekedar menyapa.
Yang nyatanya hanya setelah kurang dari satu detik bisa melihat sedekat itu. Aku menyesal tak menyapamu.
Berjalan saling menjauh. Entah apa yang ada dipikiranmu kala itu.
Apakah sama dengan yang aku pikirkan saat itu.
Dan dalam kejauhan itu aku menyesal atas semua yang tak aku lakukan kala itu.
Tuhan menakdirkan temu. Namun manusia telah salah memilih menyesalinya.
Tentangmu kala itu hanya sekedar saling berpapasan. Jalanan membosankan dan dinginnya pagi itu adalah satu-satunya hal yang mengingatkanku tentangmu.
Pertemuan kita singkat. Tapi hal-hal tentangmu tersimpan rapat. Dan siap untuk kembali kuingat.
Dinginnya pagi dan hangatnya senyummu. Adalah bagian dari kalimat yang dapat kukumpulkan. Dari kepingan ingatan tentangmu yang dihiasi pagi dengan perasaan menyesakkan karena dekat denganmu aku ragu kalimat apa yang harus kuucapkan untukmu.

Thursday, January 16, 2020

Nyaris Tanpa Sekat


Pernah aku berdiam diri disebuah pagi yang lebih dingin dari ini.
Disebuah pinggiran kota yang jauh. Dan perlu berjam jam aku untuk sampai kesana.
Aroma khas dipagi hari adalah tectoquinon lembab yang beradu dengan S. Polyanthum yang hangat. Membuat pagimu serasa ada disebuah tempat antah berantah yang menyuguhkan berbagai aroma tetapi meneduhkan.
Di tempat itu, entah telah berapa lamanya aku mengenalnya. Mungkin telah bertahun lalu.
Meski aroma yang masih sangat dikenal. Namun melihat sekeliling tak lagi sama.
Dulu disamping jalan itu adalah pohon sebagai saksi bisu bahwa semua belum pernah mengenal yang disebut "pantas" karena "kasta".
Layaknya anak kecil yang hanya memiliki rasa bahagia saat bersama teman-teman sebayanya. Dunia mereka entah mengapa selalu terhubung.
Tak ada rasa canggung. Tak ada rasa tidak pantas.
Semua adalah tentang saling melengkapi.
Namun kini lihat saja. Pohon itu telah ditebang.
Berganti lapisan keras yang menyembunyikan tanah yang gembur.
Wangi petrichor yang dulu menenangkan sudah punah. Dan mungkin tak lagi diingat masa sekarang.
Sekedar menatap lama disana hanya membuatmu kecil. Tak berdaya. Dan justru malu karena disana bukan lagi kawasan bersama.
Semua terasa sendiri-sendiri. Tak ada lagi kata bersama-sama.
Lantas masihkah kau merindukan kenangan dulu yang begitu hangat, nyaris tanpa sekat. Dan denganmu adalah waktu yang diberhentikan sesaat namun tersimpan rapi dalam kenangan. Lalu terbang melintasi waktu yang membuat perindu semakin pilu.

Wednesday, January 1, 2020

The December in January


Ini adalah ujung dari cakrawala yang ingin kamu lihat.
Katakan.
Katakan saja yang ingin kau katakan.
Lantangkan
Lantangkan suaramu hingga disebrang sana dapat mendengar.
Perasaan dalam dirimu yang selama ini kau pendam.
Entah itu ungkapan selamat tinggal.
Atau
Sebuah ungkapan selamat datang.
Disana akan digambarkan dengan jelas semua ingatan yang tergenang.
Dari awal hingga akhir dimana kamu pada titik ini.
Menangislah jika itu melegakan.
Tertawalah jika itu menenangkan.
Orang orang selalu bilang. Kalau mereka menganggap bahwa Desember dan Januwari terpisah jauh.
Seperti ngarai yang tak memiliki dasar.
Mereka bilang, tak usah lagi kau risaukan jarak.
Lupakan saja semua kejauhan itu.
Tapi apakah itu benar benar akan mendekatkan mereka dari kejauhan itu.
Selalu ada bagian dimana kau merasa dekat meski berjauhan. Dan ada pula bagian dimana kau merasa jauh meski berdekatan.
Dan ada pula bagian dimana kau berpura pura menjadi dekat yang nyatanya hanya kau buat sendiri.
Apakah itu dapat dihilangkan dan hanya memilih satu bagian?
Terkadang orang orang mengatakan hal-hal tertentu.
Membayangkan sebuah fiksi seakan nyata.
Memikirkan dengan serius sebuah masa depan yang jauh. Namun masih saja terjebak pada genre fiksi. Padahal tidak.
Atau bahkan menciptakan epos cinta seperti Ramayana dalam pikiran mereka. Namun nyatanya berujung tragis.
Dan sekarang sudah kah kau tau? Proses ini terus terulang. Dari hari kita dilahirkan sampai hari kita akan diberhentikan. Menuju ranah selama-lamanya.
Lantas mereka yang mengenang akan memberikan label "ini menyedihkan", "ini sangat memilukan", "tapi menarik juga", yang nyatanya jauh disana telah diberi sebuah nama yang disebut "kesadaran diri".
Sebuah bagian tak terhindarkan dari kehidupan yang kadang terlalu fiksi dan disebut sebagai "jujur pada diri sendiri".
Dan begitulah, setiap manusia memiliki pandangan tersendiri untuk Desember dan Januwari. Entah itu filosofis ataukah logika klinis. Yang jelas tulisan ini bukan akhir atau awal. Namun jejak bahwa pernah ada yang mengumpulkan kata kata ini sebelum kau menuliskannya lagi. 😊