Total Pengunjung

Thursday, January 16, 2020

Nyaris Tanpa Sekat


Pernah aku berdiam diri disebuah pagi yang lebih dingin dari ini.
Disebuah pinggiran kota yang jauh. Dan perlu berjam jam aku untuk sampai kesana.
Aroma khas dipagi hari adalah tectoquinon lembab yang beradu dengan S. Polyanthum yang hangat. Membuat pagimu serasa ada disebuah tempat antah berantah yang menyuguhkan berbagai aroma tetapi meneduhkan.
Di tempat itu, entah telah berapa lamanya aku mengenalnya. Mungkin telah bertahun lalu.
Meski aroma yang masih sangat dikenal. Namun melihat sekeliling tak lagi sama.
Dulu disamping jalan itu adalah pohon sebagai saksi bisu bahwa semua belum pernah mengenal yang disebut "pantas" karena "kasta".
Layaknya anak kecil yang hanya memiliki rasa bahagia saat bersama teman-teman sebayanya. Dunia mereka entah mengapa selalu terhubung.
Tak ada rasa canggung. Tak ada rasa tidak pantas.
Semua adalah tentang saling melengkapi.
Namun kini lihat saja. Pohon itu telah ditebang.
Berganti lapisan keras yang menyembunyikan tanah yang gembur.
Wangi petrichor yang dulu menenangkan sudah punah. Dan mungkin tak lagi diingat masa sekarang.
Sekedar menatap lama disana hanya membuatmu kecil. Tak berdaya. Dan justru malu karena disana bukan lagi kawasan bersama.
Semua terasa sendiri-sendiri. Tak ada lagi kata bersama-sama.
Lantas masihkah kau merindukan kenangan dulu yang begitu hangat, nyaris tanpa sekat. Dan denganmu adalah waktu yang diberhentikan sesaat namun tersimpan rapi dalam kenangan. Lalu terbang melintasi waktu yang membuat perindu semakin pilu.

No comments:

Post a Comment