Total Pengunjung

Wednesday, December 1, 2021

The Other Dream

 Semalam Tuhan memberiku mimpi dalam tidurku.

Dan sekali lagi itu adalah tentangmu.
Yang berusaha kulupakan dan entah benar benar lupa atau tidak.
Kamu serta merta datang lagi dalam ingatanku.
Hanya sekejap saja tentangmu disana.
Namun sekali lagi untuk lupa tentangmu kuakui aku tak bisa
Aku yang sudah sadar kita terlalu berbeda.
Aku yang hanya protelar hanya tau untuk esok hari.
Tapi kamu adalah borjuis yang akan dinanti negaranya untuk kembali pulang dan menjadi "orang terpandang" bagi kalangan tertentu.
Aku yang hanya tau menabung dengan menguatkan kata "tak ingin" supaya dapat seperti mereka.
Nyatanya masih saja tak mampu hanya sekedar melihat depan rumahmu.
Aku yang hanya tau keseharianku selalu berkutat dilingkaran yang sama. Menanti kebijakan untuk keluar dari kegiatan monoton itu.
Masih saja mendamba padamu yang setelah kupikir lama bahkan tahun telah berganti.
Nyatanya masih saja membandingkan denganmu yang tak bisa sebanding.
Ah sudahlah. Mimpiku indah tapi kenyataan tentangmu hanyalah angan yang entah akan berhenti ataukan akan semakin pilu.
Maka kuahiri saja biar hujan membawa tulisanku kembali mengarungi. Hingga sampai menetes didepanmu.


Friday, November 12, 2021

Utopia

 Kita hanya berpatokan pada utopia masing masing

Memilih idealnya sendiri
Tanpa tau bagaimana kenyataan yang dijalani
Standar baik telah beredar
Dan itu membuat mereka lupa
Bahwa kenyataan kadang tak jauh dari kata lebih atau kurang
Kita hanya memegang ego sendiri
Tak mau dikalahkan
Dan kadang enggan mengalah
Selalu merasa paling
Entah paling apa
Seakan semua bisa dinegosiasi
Tapi yang menyakitkan adalah
Saat kamu merasa membatasi diri hanya untuk sepotong rasa takut karena tak mau lagi merasakan sakit
Saat itulah rasamu dipertanyakan
Sudahkah kamu melihat perasaan lawan bicaramu
Dalam diamnya kamu anggap salah
Komentarnya yang tak seperti yang kamu harapkan seakan menambah bantuan musuh untuk semakin menjatuhkan
Mungkin tak apa untuk sekedar menghilang tanpa kabar
Sampai kamu kembali berfikir
Atau bahkan malah kamu tak mau memikirkan lagi tentangku
Sudahlah tak apa aku hanyalah aku
Yang hanya telah terbiasa sendiri hingga kamu datang dan membuatku mulai menulis tentangmu



Wednesday, October 6, 2021

Tomorrow Morning

 Perjalananmu akan dimulai esok pagi

Tak lama lagi kau akan melihat dunia yang lama kau damba dan membuatmu bersinar
Disini aku hanya bisa berandai.
Andai aku bisa ikut bersamamu
Tapi perjalananmu bukan perjalananku
Dan dunia akan segera menyambutmu
Sebuah tempat dimana aku hanya bisa melihatnya dititik ini
Lalu disini perlahan aku harus belajar hidup tanpamu
Setiap bait ini adalah untukmu
Sebagai pengantar perjalananmu yang panjang
Tanpaku
Tapi tak apa. Semua yang kutulis adalah tentangmu
Saat kau benar benar tak dapat kugapai
Perlahan rasa takut ini semakin menahan diriku
Entah penting atau tidak. Memang sepertinya aku tak dapat menggapaimu
Aku disini di kota dimana aku menghabiskan hari hariku dan engkau jauh diseberang sana.
Entah kau tau atau tidak. Aku selalu mendukungmu, melihat kesuksesanmu.
Saat kau pertama menginjakkan kaki di seberang sana. Ingatkah engkau padaku.
Tak apa jika tak ingat. Simpan saja baitku ini di dalam hatimu.
Saat perjalananmu dimulai disana
Aku akan selalu mendoakanmu
Percayalah meski nanti tahun-tahun berlalu
Tapi tentangmu masih saja bertahan dalam ingatan
Aku akan selalu disini bersamamu saat kalimatku terbaca
Oleh tentangmu. Atau bahkan mereka yang tak sengaja melihat.
Meski nyatanya aku tak bersamamu.
Namun disini aku akan selalu bersamamu.
Karena tentangmu tak akan pernah terpisah dari baitku.


Friday, September 3, 2021

Enought

 Sepertinya sudah cukup.

Jendela yang dulu aku selalu berharap tak sengaja melihatmu disana.
Kini sudah tak ada lagi.
Harapan itu hanya keinginan yang mungkin kamu tertawakan saat ini.
Entah itu pagi atau kah senja.
Melihatmu adalah hal yang spesial.
Tentangmu adalah angan ideal.
Entah itu pagi yang diiringi hujan.
Atau senja yang diiringi nyala lampu.
Jarak kita memang tak jauh.
Namun kenyataan tentang kita yang seakan saling menjauh.
Aku melihatmu dari kejauhan.
Tapi kamu justru menjauh saat melihatku.
Sudah tak apa.
Itu hanya waktu dulu.
Kini saat kulihat jendela itu tertutup rapat.
Aku masih bisa melihat langit yang mendung.
Dan mungkin dikejauhan sana telah turun hujan.
Lalu dengan bodohnya aku berucap.
Semoga hujan jangan dulu datang hingga kamu sampai di rumah.


Monday, August 2, 2021

Proletar

 Aku sadar. Aku hanya kaum proletar.

Yang bahkan untuk berpikir esok masih "ada".
Bagiku sendiri "esok" malah semakin jatuh pada keraguan.
Kadang aku berfikir. Aku mungkin sebenarnya tak tau diri.
Saat keinginan memuncak dan aku nekat membuka tirai antara proletar dan borjuis itu.
Namun kenyataannya itu sangat sulit.
Setidaknya terimalah terimakasih dariku ini.
Telah bersedia menjadi bagian dari inspirasi tulisan-tulisanku.
Terimakasih karena pernah mengenalmu aku tau cara bermimpi.
Terimakasih telah hadir dalam ingatanku.
Aku sangat bahagia saat dimana dulu kita pernah sedekat itu.
Aku yang dulu bahkan tak tau apa yang sebenarnya ingin kugapai esok hari.
Namun hari itu. Saat itu. Waktu itu.
Adalah satu-satunya momen dimana aku merasa ada disana dan memiliki arti bahwa aku ada.
Dan mungkin kamu bahkan tak tau betapa bahagianya itu bagiku.
Kamu pun mungkin tak tau pula.
Bahwa kamu adalah orang yang telah menyelamatkanku.
Dari kubangan pilu nan gelap serta sunyi.
Dimana aku hanya tau kesendirian yang dingin.
Tapi kamu disana menyapaku, menyelamatkanku dengan kebaikanmu. Kehangatan. Dan kenyamanan saat sapaan itu ada yang disambut dengan senyuman.
Perasaan itu sampai sekarang masih menyirami hatiku saat terlalu gersang.
Karena itu maaf. Aku tak bisa lupa.
Tapi aku sadar kamu adalah langit malam ini yang hanya dapat kupandang dari kejauhan.


Thursday, July 8, 2021

Imagination

 Kota itu yang dulu selalu membuatku merasa dekat.

Kini mulai kuhindari dan perlahan sangat jarang ku kunjungi.
Jalanan yang dulu adalah tempat dimana aku menantimu.
Kini lengang dan bahkan terkesan asing.
Sebuah tempat yang pernah begitu kudamba.
Kini hanya sebuah tempat utopia yang hanya dapat kugapai dengan imajinasi.
Tentangmu aku tak tau.
Logika logika ku kini telah sampai pada titik ketidakmungkinan.
Dimana jarak sosial kita semakin membentang.
Dan akhirnya ragu itu datang.
Selama ini apakah aku hanya sekedar mengagumi.
Ataukah aku yang tak tau bahwa telah lama nyatanya kamu tak lagi mengingatku.
Semakin kulihat diriku sendiri.
Semakin jauh angan tentangmu yang masih saja terlampau tinggi untuk kugapai.
Semakin aku bertanya pada diriku sendiri.
Semakin kecil aku jika dibandingkan denganmu.
Kamu adalah hal yang kini terpisah oleh jarak daratan dan lautan.
Yang bagiku hanya antah berantah yang kutau tempatmu, namun sekalipun tak pernah aku membayangkan akan menginjak daratan yang sama.
Layaknya negeri dongeng yang kubaca dibuku bergambar tempo dulu.
Dan ternyata aku salah sama sekali.
Mengartikan tentangmu bahwa suatu saat nanti hanya karena tulisan tulisanku yang terlalu biasa ini. Mungkin akan sekejap kau baca. Lalu akan berakhir bahagia.
Yang nyatanya hingga waktu dimana tulisanku kehilangan inspirasinya.
Kamu masih saja bagian dari kalimat yang datang malam ini. Dan aku masih mengingatmu.



Wednesday, June 2, 2021

The Progres of Qualitation

 Malam makin larut.

Dinginnya mulai menusuk.
Pikiran pikiran kalut mulai menggeliat.
Menanyakan hal hal yang hanya dapat di utarakan di dalam.
Disini pekat menghitam bukan hanya dibawa oleh malam.
Namun pikiran yang buntu dan agak keluar dari alur pemikiran yang diharapkan.
Membawa rangkaian kusut yang tak bisa dilihat mana ujung dan pangkalnya.
Terbelit banyak hal yang hanya tau membuat jarak adalah keterasingan dalam kumpulan.
Menghilang dari pandangan dan menuju pada seonggok besar ketidak gunaan yang hanya ada aku dan pemikirannya yang buntu.
Yang kudengat hanya bisik.
Mereka yang merencanakan ini itu.
Dengan angan besar dan keteraturan hanya dengan patokan ideal tanpa melihat proses.
Entah hanya aku atau bisa kusebut kami.
Ketidak tahuanku dan ketakutanku jika kuutarakan justru membawa pada dilema, akankah aku dicap sebagai beban dan penjegal mimpi yang ideal itu.
Maka disini kutuliskan padamu saja kawan.
Sedetik ini kurasa aku ingin berhenti.
Tak lagi memikirkan tentang kusut dan hitam pekatnya pikiran pikiranku ini.
Namun kembali aku tak enak hati.
Jalan yang sudah kutelusuri ini haruskah aku berhenti dan kembali untuk merubah arah jalan lain lagi.

Monday, May 17, 2021

01101001011016M210100110

 Yang menjadikan sebuah momen sepesial adalah bukan ketika kita dapat menangkap banyak moment bersama sangat banyak. Tapi saat satu moment diabadikan cukup satu dan paling banyak dua.

Selanjutnya adalah biarkan waktu yang bekerja. Jangan hanya mencaci waktu saat dia datang terlambat atau datang diwaktu yang tidak tepat.
Maka sekali itu saja ajak dia menjadi sahabatmu. Saat sebuah momen tertangkap dalam ingatan. Usahakan jangan sampai terlupa.
Simpan baik baik dan biarkan waktu yang merubahnya menjadi sesuatu yang istimewa.
Dan malam ini waktu telah membawaku pada titik dimana kita yang bahkan mungkin belum pernah "dekat" dan terlihat berdua sepertinya telah membawaku pada rasa rindu.
Dalam kalimatku nyatanya bimbang apakah harus menyebut kita atau hanya aku. Karena aku sendiri tak yakin. Aku dan kamu telah menjadi kita. Obrolan kita hanya sebatas saling tukar kalimat yang tertulis. Dan awal obrolan kita yang telah bertahun lalu masihkah kamu mengingatnya. Saat aku hendak memilih kata kita nyatanya aku tak saanggup. Aku takut terlalu memaksakan kehendak. Maka lebih baik kupilih aku saja. Biarlah aku terlihat terlalu mendamba. Jika itu tentangmu aku tak apa.
Aku pernah merasakan dekat denganmu. Dan itu tak bisa aku bilang lama. Justru lebih lama lagi saat kita berdiam diri disudut dunia bawah langit yang sama. Menatap layar ponsel. Dan entah hanya aku ataukah kamu pun begitu, notifikasi pesan darimu adalah kebahagiaan tersendiri.
Dan hari ini. Sampai aku menuliskan kalimat ini untukmu apakah kamu pun masih ingat bagaimana ribuan bahkan jutaan kalimat kita yang tuliskan tiap harinya. Sampai akhir kalimat darimu yang menuliskan "hanya sebatas itu" membuatku bertanya pada diriku sendiri. Apakah ini akhir dimana aku harus berhenti dan sadar diri. Bahwa aku hanya antah berantah untukmu yang makin tinggi bersama mimpi-mimpimu yang kini kamu genggam. R



When It All strarted

 Senja ini hujan turun lagi.

Mengiringi malam yang mulai datang.
Pekatnya sejalan dengan dinginnya yang menusuk kalbu.
Rintiknya deras dan makin lebat. Membuat jalanan lengang dan dibeberapa sudut menggenang.
Aku menghela nafas panjang.
Berfikir seakan waktu mengurungku disini.
Dengan dingin yang menerobos pilu dihatiku.
Seakan membekukan seluruh perasaan.
Mengkristalkan semua angan.
Dan memadatkan segenap harapan.
Bahwa kalimat ini harus sampai. Padamu.
Dari pertemuan kita kala itu.
Masihkah kau ingat sosok ini yang masih saja mendamba.
Untuk suatu saat nanti aku dan kamu dapat menjadi kita.


Monday, May 10, 2021

Which Should

 Didepanmu atau saat bersamamu aku sama sekali tidak ingin terlihat begitu mendamba.

Didepanmu kubuat komunikasi kita apa adanya.
Meski kita pernah dekat.
Namun itu kubuat hanya memang karena kita telah mengenal akrab cukup lama.
Bahkan sebelum rasa itu ada kita pernah dekat dan aku takut jika rasa ini terlihat olehmu kedekatan kita akan berubah.
Mungkin dulu obrolan kecil kita hanya kau jawab sekenanya dan kadang terkesan bercanda.
Tak ada sama sekali secuil pintas untuk membuat kita saling baper atau apapun yang mengisyaratkan supaya kedekatan kita tak hanya dekat.
Kita memang telah terpisah oleh waktu dan jarak yang keduanya tak bisa dianggap dekat dan sebentar.
Tapi nyatanya selama dan sejauh ini aku masih bisa menjelaskan detail kecil tentang apa saja yang pernah kita bicarakan dulu. Yang bahkan aku tau kamu sendiri telah lupa. Bukan hanya tentang apa yang pernah kita bicarakan. Tapi mungkin juga sosokku ini.
Aku tau. Aku hanya lelaki yang tak bisa berterus terang dari awal.
Dan kamu tau memang aku akui itu tidak sekali dua kali.
Lalu. Sekarang dititik ini aku paham. Mungkin diluar sana juga banyak laki-laki yang sebenarnya menyukaimu. Dan berakhir sepertiku yang jika beruntung akan kau anggap sebagai sekedar teman. Atau bahkan lebih miris. Sebagai orang yang hanya sekedar pernah kau kenal.
Kupasrahkan padamu Tuhan. Jika memang dia tak merasakan bahagia yang sama dengan apa yang ku rasa. Aku rela mengubur dalam dalam perasaan ini dan kembali menjalani takdirmu. Sebagai pengagum yang tak bisa memiliki

 

Sunday, May 9, 2021

Exaggerated

 


Kamu tau. Kamu cantik.
Dengan tubuh propolsional dan rambut hitam legam nan panjang.
Kamu tau. Mukamu bercahaya oleh sesuatu.
Kecerdasan berfikir. Kedewasaan. Dan penjelmaan positif atas semua pengalaman hidupmu.
Serta tahukah kamu. Matamu misterius. Dan semua yang melihatmu pasti setuju bahwa kategori  idaman adalah tentangmu.
Jangankan ribuan kalimat. Bahkan jutaan pun masih tak cukup menggambarkan bagaimana bahagianya aku hanya dengan sekedar melihat senyummu.
Membayangkan kamu mau menatapku saja sudah cukup membuatku bahagia sepanjang hari.
Maaf jika kalimatku terlalu seimpulsif itu.
Mungkin salahku yang tak bisa menahan diri untuk tidak berlebihan jika itu tentangmu.

Saturday, May 8, 2021

Cold Night

 Aku tak melupakanmu

Hanya untuk meyapamu saja aku merasa canggung
Tentangmu yang masih saja sebatas angan
Tentangmu yang masih saja sebatas harapan
Setiap malam aku memandang bulan dilangit. Entah terlihat atau tidak aku selalu berharap kita melihat langit yang sama.
Membayangkannya saja aku sudah bahagia.
Apalagi jika memang benar diluar sana kamu benar benar menatap langit yang sama.
Ah drama. Kataku dalam hati.
Mungkin benar malam adalah waktu merenung.
Meski dalam kenyataan saat aku memberanikan diri untuk sekedar menegurmu. Dengan pertanyaan remeh temeh tepat beberapa lengkah disampingmu. Kamu hanya akan menyeringai datar. Dengan tambahan senyum tipis yang bahkan sangat tipis hampir tak terlihat olehku.
Tapi. Tidak tahukah kamu entah berapa lama aku menunggu agar keberanian untuk menyapamu itu hadir.
Entah berapa lama aku meneguhkan hati hanya untuk mengeluarkan suara dan raut muka yang setegang ini. Membujuk hatiku sepanjang minggu agar berani menegur gadis yang sungguh mempesona sepertimu.
Bahkan terkadang aku rela menunggu berjam jam hanya untuk memastikan hari ini aku dapat melihatmu ditempat ini.
Dan hari itu tanggapan datar dan tipis darimu membuatku menarik nafas pelan. Tersenyum canggung. Lantas undur diri pelan-pelan. Menunduk. Dengan pilu dan getir serta perasaan yang hancur. Mengapa aku harus menyapamu hari itu.

Thursday, May 6, 2021

Falling Leaves

 Perempuan dari esok hari.

Yang dipertemukan karena waktu dan aku harus mundur karena waktu pula.
Bahkan sebelum aku benar mengenalmu nyatanya kamu adalah yang aku harapkan.
Sekarang ketika aku kembali diingatkan waktu bisa jadi diujung harapan itu kami tak pernah menganggapku lebih dari seorang yang tertelan waktu dan menjauh dari alur waktu milikmu.
Biarlah. Waktu mau mengejek atau bahkan mencela.
Dan jika memang waktu menginginkanku luruh ke bumi seperti sehelai daun yang harus jatuh.
Maka aku tak akan pernah membenci angin meski aku harus terenggut dari tangkai pohonnya.
Meski sebenarnya harapan terakhirku adalah semoga dapat jatuh tepat disebelahmu.


Wednesday, May 5, 2021

Be With You

 


Aku mungkin tak ingat.
Tapi sepertinya aku tak bisa benar benar lupa.
Aku khawatir ingatanku tentangmu hanya sebatas angan yang terlalu tinggi.
Aku memikirkanmu hanya sebatas pengagum diluar sana yang bahkan entah pernah benar-benar kau lihat atau tidak.
Sulit dipercaya memang jika rasa ini adalah untukmu.
Entah berapa kali kuungkapkan nyatanya masih saja kau acuh bahkan menganggapnya angin lalu.
Tidakkah kau penasaran. Jika berkali kunyatakan bahwa engkau adalah inspirasi bait-baitku yang berkali-kali kutulis.
Perlukah aku bercerita tentang bagaimana bisa bertahan selama ini.
Perlukah kutuliskan lagi kalimat-kalimat yang menyatakan bahwa itu adalah kamu.
Aku masih ingat saat kita pertama kali saling sapa.
Kita kebetulan ditempat yang sama. Entah disadari atau tidak nyatanya kita telah saling kenal lama sebelum aku sadar sapaan darimu sangat berarti waktu itu.
Kamu adalah seseorang yang periang.
Adanya kamu disana membuat suasana selalu lebih cerah.
Tidak. Aku tidak terlalu memuji.
Hanya saja tentangmu dari sudut pandangku adalah kesempurnaan yang telah Tuhan ciptakan.
Dan jika kamu bertanya dimana aku saat itu. Mungkin aku lebih sebagai peran figuran yang ada hanya sebagai pelengkap hari.
Bicara denganmu saat itu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri.
"Aku menyukaimu"
Entah berawal dari mana. Yang ku tau saat itu hanya tanpamu aku pilu.

Tuesday, May 4, 2021

Kata Sanskerta

 Ada banyak kata dalam ribuan bahasa.

Tersusun rapi dalam benak penulisnya.

Aku ingat disana dan masih tetap lekat.
Sosok penuh wibawa dengan berjuta pengetahuan yang dipunya.
Tak salah kini aku memanggilmu Amreta Tisna.
Sebagai sumber mata air yang mendatangkan ilmu pengetahuan.
Membuatku mengenal kata dan matematika.

Aku ingat disana dan masih saja ada.
Tentangmu yang membuatku berani bermimpi.
Menjamah belantara kehidupan dan menentukan jalanku sendiri.
Maka aku memanggilmu Sembagi Arutala.
Cita-cita rembulan yang tak pernah lelah menjadi pelita dikegelapan malam.

Aku ingat disana dan masih selalu ku kagumi.
Seseorang yang berwawasan luas dan tak pernah lelah membagikan ilmunya kepada sesama.
Mereka memanggilmu samudra ilmu
Jadi aku mengingatmu sebagai Ernama Saraswati.
Begitu dalam dan tak pernah habis.

Dan sekali lagi, aku sangat ingat disana.
Masih sebagai panutan yang pandai.
Teladan yang cerdas.
Bersinar namun tetap rendah hati.
Guruku.
Drestanta Tiyasa.

Friday, April 23, 2021

The Night

 Mungkin benar pernyataan bahwa kita dapat berencana menikah dengan siapa. Tapi tak bisa kita rencanakan cintamu untuk siapa.

Dalam sepotong fiksi yang tiba-tiba datang bersama waktu antara sepertiga malamnya yang paling pekat.
Dan Saat aku terbangun menyambut pagi.
Yang pertama ku ingat adalah kamu.
Mengapa?
Karena sekali lagi Tuhan dengan sengaja menghadirkan sosokmu dalam mimpi.
Sekali lagi Tuhan memberikan harapan bahwa meski jarak kita sangat jauh, seakan semua tentangmu sedekat itu.
Bagaimana tidak. Aku ingat betul, bahkan dalam mimpi itu disana juga adalah malam.
Obrolan ringan kita memang nampak tak asing.
Sebatas keseharianmu saat disini.
Dalam hal ini apakah pertanyaan sangat sederhana itu adalah sebuah kebenaran atau hanya hasil angan yang aku harapkan.
Detail kecil yang ku ingat adalah, jarak kita dalam mimpi yang Tuhan hadirkan hanya sejauh tengokan kepala.
Ya. Sekali lagi aku tegaskan kedekatan tentangmu hanyalah sepotong fiksi.
Yang selalu hadir seakan mengingatkan bahwa aku mulai lupa tentangmu.
Entah dengan sengaja lupa atau telah memilih untuk melupakan.
Saat dalam kehidupan nyata, senyatanya entah karena jarak atau entah karena semakin memikirkanmu maka semakin aku merasa harus mundur.
Meski setiap kupilih untuk mundur.
Rasa pilu yang menyayat ulu hati itu membuatku tak rela untuk benar-benar melupakanmu.
Rasa pilu yang membuat semuanya terasa hambar.
Rasa pilu yang membuat semuanya seperti semakin memudar.
Disaat itulah aku ingat seperti diawal. Bahwa kita bisa berencana dengan siapa tapi kita tak bisa merencanakan untuk siapa cinta itu terciptakan.

Tuesday, March 23, 2021

Bait Terakhir adalah Namamu

 Aku tak pernah takut. Jika tulisan tulisanku hanya akan berakhir sebagai fiksi.


Aku tak pernah takut. Jika kata demi kata yang ku susun hanya akan berserakan diantah berantah.

Aku tak pernah takut. Jika kalimat kalimatku dicap monoton oleh mereka yang tak sengaja membaca.

Yang aku takutkan hanyalah. Saat dimana jarak dan kejauhan kita mulai mendatangkan kabut.
Rintik gerimis yang masih terus menghubungkan kita. Mulai menghilang.
Tunas harapan yang mati matian dipertahankan mulai layu.
Embun yang selalu dinanti untuk sekedar mengabarkan perasaan itu masih tetap ada.
Bahkan tak cukup lagi membasahi gersangnya jarak diantara kita.

Ditempat ini dibagian sudut dunia dimana aku hanya bisa terbaring sendiri. Menikmati sunyi
Dalam bagian waktu yang disebut sebagai malam.
Waktu dimana mereka mengistirahatkan segala kepenatan. Nyatanya pikiranku membawaku pada hal-hal paling getir yang pernah dibayangkan.
Tentangmu yang makin menjauh.
Tentangmu yang makin membuat rapuh.
Tentangmu yang makin membawa pilu.
Bahwa dengan tegas kulihat diriku sendiri. Dan rintik gerimis terakhir hari ini darimu menyadarkanku.
Bahwa pantaskah aku untukmu.

Tentangku hanya kisah-kisah kegagalan.
Mimpi-mimpiku hanya angan tak bertuan.
Rencana-rencanaku hanya gurauan yang ditertawakan.
Pilihan-pilihanku hanya makin membuatku tersesat.
Dan sekali lagi. Apakah benar-benar kamu telah melihatku. Apa adanya.
Disini pikiranku makin tak berarah
Ketakutan-ketakutanku seperti datang menghadang.
Mereka memberikan gambaran-gambaran tentang bagaimana kamu. Yang begitu luar biasa dan selalu dipuja-puja, dinanti dan selalu dilukiskan begitu indah.
Lantas pikiran terbodohku datang melihat semua keburukanku. Dan menjelaskan.
Jika aku yang bukan siapa-siapa.
Jika aku yang hanya kau sebut dia, yang dihilangkan dari kumpulannya. Yang terbuang dari pilihan yang tak pernah dipilih. Yang terkubur dalam palung terdalam dan dilupakan sejarah.
Lalu mereka berbisik lirih.
"Sudah waktunya sadar diri".

Aku tertunduk. Membayangkan nanti bagaimana tidak bahagianya kamu jika bersamaku.
Yang hanya bisa bertahan dalam kesederhanaan yang paling sederhana.
Yang hanya bisa memiliki hal-hal remeh dan tak semewah mereka.
Maka haruskah aku pergi. Menghilang bersama kabut yang datang ini.
Membiarkan waktu memberimu isyarat untuk melupakanku.
Membiarkan waktu benar-benar menghapus tentangku darimu.
Meski disini aku tak bisa berjanji, apakah aku akan benar-benar lupa. Tentangmu.

Rembulan,
Ijinkan aku selalu menunggumu pulang di.
Zamrud khatulistiwa.
Untuk bukti bahwa aku tak pernah lelah menyimpan harapan bersamamu.
Karena aku adalah bagian dari tanah airku.
Indonesia, sebuah tempat dimana kamu akan kembali.

Thursday, March 11, 2021

Tak Bisa Saling Bersatu?

 Mungkin puisi puisiku selama ini telah salah.

Mencoba manggambarkanmu terlalu klise.
Yang hanya itu-itu saja. Dan dibumbui harapan entah angan untuk bersamamu.
Namun sebenarnya hati kecilku berkata.
Apakah dengan cara ini kamu akan melihatku?
Apakah dengan begini aku akan benar-benar meluluhkanmu?
Terus bersembunyi dalam angan dan imajinasiku sendiri.
Terus menulis tentangmu bahkan nyatanya tak pernah benar benar bersamamu.
Aku seperti membohongi diriku sendiri.
Dengan harapan. Kamu akan memperhatikanku.
Naif memang.
Tapi beginilah dunia bekerja. Lebih selektif. Lebih mementingkan apa yang bisa dilihat olehmu sendiri dan mereka.
Pernah tidak kamu meski hanya sejenak berfikir apa yang membuatmu mau memilih yang tak kamu suka.
Hanya karena dia selalu ada disana dengan lantang. Selalu tegar menetap di satu tempat?
Entah saat kau butuh ataupun saat kau acuh?
Tak pernah sekalipun menyembunyikan dirinya dengan pembenaran sendiri.
Bahwa dengan begini dia selalu tegar menerima acuhnya kamu. Judesnya kamu. Galaknya kamu. Atau bahkan sikap tak pedulinya kamu padanya. Dia tetap disana. Sepahit apapun kenyataan tentangmu. Setidaknya dia selalu disana. Menunggumu dengan tanpa pamrih. Tanpa syarat. Dan tanpa membohongi dirinya sendiri dengan menciptakan sosok kamu yang sempurna dalam bayangannya sendiri.
Lihat. Nyatanya dia masih saja tegar menerima apa adanya kamu. Dan masih menanti kamu untuk kembali mengingatnya.
Dia berani mencoba. Dan tak sedetikpun melewatkan kesempatan untuk mendapatkan sedikit perhatianmu. Lagi dan lagi.
Tapi bagaimana denganku.
Sekarangpun masih saja menciptakan sosokmu.
Menggambarkan senyum milikmu. Tawa renyah darimu. Dan gambaran ideal bagaimana kamu saat itu.
Yang ternyata masih saja entah apakah kamu benar benar melihatku. Entah dulu. Entah nanti.
Karena sekarang. Mungkin kamu bahkan tak terfikir  tentangku.
Yang memang tak bisa lagi kusembunyikan. Tentang rasa dan rinduku padamu.
Hanya saja pilihanmu mungkin bukan aku.
Seorang sosok yang lemah, tak berguna, lalu mungkin bahkan tak dikenal oleh dunia.
Dan sekarang angan maupun imajinasi telah menghianatiku. Menjatuhkanku dengan pertanyaan paling getir dan pahit.
Siapa juga yang mau mengajak bicara orang seperti aku. Kata mereka dengan jumawa.
Kini bersama malam. Aku berharap.
Sunyi ini tak berujung.
Supaya sosok aku tidak lagi mencipta.
Kalimat pilu dan sendu hanya karena kenyataan dan angan tak saling bisa bersatu.



Kamu

 Aku pernah terlarut pada bait baitku sendiri.

Membayangkan tentangmu yang tak ada habis-habisnya dalam angan.
Mengagumimu menuliskannya lagi dan lagi dalam kumpulan sajak-sajak merindu.
Meski dihadapanku hanya ruang kosong berwarna monoton atau birunya langit yang cerah tanpa segumpal awan atau bahkan belantara tak tertembus sinar mentari sekalipun.
Bayangmu tergambar jelas.
Tentang seuntai senyum.
Tentang seikat tawa.
Dan tentang sekumpulan tingkahmu yang tak pernah membuatku bosan.
Selalu membawaku pada harapan-harapan. Untuk bersamamu.
Sembari menuliskan kisah kita hari ini dan esok hari.



Monday, March 8, 2021

Since 2010

 Jika bait ini dapat membuatmu tersenyum.

Kubuatkan seribu bait untuk membuatmu bahagia.

Jika goresan tintaku pada langit masih belum dapat mengungkapkan perasaanku padamu.
Biarlah samudra mengering untuk menuliskannya pada alam jagad raya ini.

Jika kegelapan dalam diriku telah membuatmu bersedih.
Izinkan aku menghilang dengan dengan terangnya matahari yang kau pilih.

Dan jika ungkapan hatiku telah membuatmu bersedih. Lagi.
Akan tetap kuberikan segenap perasaan ini padamu, lalu biarkan saja aku memandang bayangmu dari kejauhan.

-bait yang mungkin telah tertulis sejak 2010, hampir terlupa, dan ditemukan untuk kembali dibaca.

05032021


Friday, March 5, 2021

His Morning

 Pagi ini aku rindu.

Bersama terbitnya mentari kuharap kaupun melihat ketempat yang sama.
Bersama kicau riang suasana pagi kuharap kaupun mendengar suara yang sama.
Bersama hembusan angin yang dingin kuharap kaupun merasakan hal yang sama.

Awan bergerak lirih.
Matahari berjalan pelan.
Angin tak begitu ketara pergerakannya.
Namun rindu ini bergerak seirama dengan ingatan tentangmu.

Embun masih saja enggan pergi.
Seakan menyelimuti dedaunan daripekatnya malam tadi.
Seperti perasaan rindu ini yang tak ingin segera pergi.
Bahwa tentangmu adalah bagian dari inspirasi yang hinggap dan tak terprediksi.

Maka sekali lagi kusampaikan padamu.
Kalimat-kalimat tentangmu yang masih saja membawaku.
Pada rasa pilu.
Pada rasa getir.
Dan pada rasa syahdu.
Karena kamu adalah rindu-rinduku yang entah akan kau balas. Atau akan kau acuhkan. Lagi.



Tuesday, February 23, 2021

For me, or Not For me

 Mungkin kita pernah berpapasan.

Tak saling sapa dan tanpa kata.
Karena kita memang tak saling kenal. Kala itu.

Mungkin kita pernah saling berbicara.
Meski hanya beberapa kata dan tanpa apa.
Karena kita memang hanya sebatas berbicara. Waktu itu.

Mungkin kita pernah bertukar pandang.
Berbalas senyum dan hanya isyarat semata.
Karena kita memang selayaknya saja tanpa rasa. Dimasa itu.

Dan kini waktu telah memberiku rasa setiap melewati jalan itu.
Dalam benakku berharap kembali berpapasan denganmu.
Sungguh harapan untuk melihatmu adalah do'a sepertiga malamku.

Lalu kini waktupun telah mengisyaratkanku setiap aku datang di tempat itu.
Dalam hatiku entah sengaja atau tidak aku berharap kau disana.
Dengan berbagai macam topik obrolan yang sudah kusiapkan.

Lantas sekarang aku paham.
Mengapa hari-hariku tak se cerah dulu.
Dimana mimpi dan angan milikmu adalah bahagiaku.
Karena nyatanya rasa untukmu telah berubah menjadi rindu. Yang dibalut pilu.
Saat pandangku telah lama tak melihatmu. Yang dihiasi senyum milikmu, meski entah waktu itu untukku atau bukan untukku.


Tuesday, February 16, 2021

The other rainy days

 Tak apa kawan. Tak apa.

Aku juga pernah menjadi mendung yang menutupi langit. Sebelum jadi hujan yang menyegarkan.

Tak apa kawan. Sungguh tak apa.
Aku pernah tersesat diantah berantah. Sebelum aku kembali digerakkan oleh angin yang dikirim sebagai takdir Tuhan.

Tak apa kawan. Benar. Aku tak apa.
Aku pernah dijatuhkan ditempat yang bahkan aku tak tau kemana harus mengalir. Sebelum aku ditarik grafitasi untuk turun terpecah dan dipersatukan kembali.

Mari kita lihat. Hujan sore ini bukan karena mentari lelah menyinari dan menghangatkan.
Hanya saja dia tau ada beberapa harapan yang sepertinya sangat membutuhkan hujan untuk dia merasa bahagia.

Lihat. Mari mendekat. Apa yang menggerakkan dedaunan. Apa yang selalu bergerak dalam ruang kosong itu. Dan apa yang merubah suasana dalam kebekuan yang diselimuti kehampaan itu. Jika bukan takdir Tuhan yang menghendaki debu-debu itu menari kegirangan.

Dan kau tau kawan. Ada hal-hal yang kamu lewatkan dari hujan dan sedikit orang menyebutnya badai sore ini dari suara rintik yang selalu tepat. Dari suara petir yang menggelegar.
Ternyata disana ada keheningan yang membuatmu berfikir. Dimana kamu saat ini yang seolah menyadarkanmu bahwa waktu tidak pernah berhenti. Dan kamu melihat dirimu sebagai kamu yang hanya tau harapan kadang sederhana. Seperti saat ini kamu berfikir kapan waktu akan membawamu pada titik akhir penantian.
Sebelum badai mereda.
Hujan telah lelah terjatuh.
Petir berhenti menyambar.
Supaya kita bisa kembali berjalan dititik temu yang sudah Tuhan takdirkan melalui persimpangan jalan yang telah kita pilih. Lantas apa lagi yang membuatmu ragu.
Aku tau. Itu adalah masa lalu.
Yang meski berharap untuk kamu lupakan.
Nyatanya dia selalu ada dan tak bisa diubah.
Maka sekali lagi aku tegaskan.
Tak apa kawan tak apa.
Karena hujan tak selamanya membawa kesedihan.


Saturday, February 13, 2021

Rainy

 Bersama senja dan suara rintik hujan.

Aku diingatkan kembali.
Senyuman itu masih saja membuatku terpesona.
Betapa tidak.
Lihat saja jika kau nanti melihatnya.
Meski banyak kata. Namun begitu sulit menggambarkannya.
Semakin larut kau memandang.
Semakin tenggelam kau untuk terus bersyukur.
Dimana kedekatan itu ternyata nyata.
Dan waktu tentangnya membuatmu berharap terhenti disana.
Tempat itu memang tak istimewa.
Seperti halnya kedai minum yang kalian tau.
Yang istimewa adalah disana tempat favoritmu.
Sembari menikmati senja. Atau bahkan malam sunyi yang menenangkan.
Bersama denganmu adalah waktu paling berharga.
Obrolan ringan denganmu adalah momen terindahku.



Monday, February 1, 2021

Usang

 Pagi ini bersama azan subuh aku dibangunkan.

Dari mimpi yang selalu kuharapkan.
Bersamamu dan melihatmu lebih dekat.
Dengan dinginnya pagi.
Mimpi tentangmu adalah mentari yang menghangatkan.
Tentangmu adalah sosok yang kuinginkan sejak dulu.
Meski mimpi tentangmu adalah pertanda patah hatiku kian nyata.
Tak apa.
Kenyataan memang kadang tak seindah mimpi-mimpiku tentangmu.
Bertahun setelah engkau benar-benar jauh dari pandangku.
Kau hadir kembali mengingatkanmu saat aku terjatuh disisi gelapku. Lagi.
Kamu datang seakan membawaku kembali pada jalan cahaya.
Meski dalam mimpi aku bahkan tak sanggup memandangmu lekat.
Membuka obrolan kecil dengan berbekal topik cuaca.
Tapi patah hatiku nyata, saat aku masih saja tak mampu mengungkapkan.
Hal-hal untukmu yang masih rapi tersimpan dalam dan rapat.
Yang aku tau. Senyum milikmu masih saja khas.
Begitu sulit terlupakan.
Kedekatan denganmu adalah kehangatan.
Namun.
Patah hatiku adalah badai.
Mimpi tentangmu adalah lentera.
Tapi.
Kenyataan tentangmu adalah pilu.
Mimpi tentangmu adalah harapan.
Kenyataan tentangmu adalah luka.
Mimpi tentangmu adalah keinginan ku.
Meski.
Kenyataan tentangmu adalah ketidak pantasan.
Aku sadar.
Aku hanya manusia antah berantah yang tak dikenal bangsanya.
Dan engkau adalah sosok harapan bagi negaranya.
Tuhan. Mengapa kau akhirkan kalimatku ini begitu getir.
Setelah Engkau berikan aku mimpi yang begitu manis.
Tuhan. Mengapa Engkau beri aku mimpi seindah ini  hingga aku kembali berharap.
Jika kenyataan ini kau beri aku keterpurukan untuk mengakui siapalah aku ini.
Yang mungkin tak pantas untuknya. Dan menjadi hamba-Mu yang masih saja tersesat.
Tapi dalam hati kecilku masih saja bertahan untuk selalu bersamanya. Dan berusaha selalu dekat dengan-Mu.
Mimpi malam ini adalah kalimat (WaNiTa yang berarti Wa-Ni di ta-Ta.)
Tertulis agak kabur pada sebuah sampul buku usang yang telah lelah dimakan waktu.
Dan aku menyesal. Mengapa aku lupa judul buku yang kau maksud itu.



Saturday, January 9, 2021

This is December

 Mengapa obrolan kecil kita sore itu serasa memiliki arti tersendiri?

Gemanya hingga mampu menyembuhkan kekalutan dalam lubuk hatiku.
Kebetulan kita hanya terdiam untuk sekedar meneduh dari hujan untuk beberapa lama.
Sambil tak hentinya aku bersyukur pada-Nya untuk hujan sore itu.
Meski biasanya aku benci hujan. Tapi denganmu disana, hujan ternyata semenyenangkan itu.
Makin deras hujan. Dan sore mulai berganti senja.
Tawa kecil kita. Serta riak hujan diluar sana seakan berpadu. Menciptakan dunianya sendiri.
Lantas tahukah kamu, setiap hujan turun kini selalu mengingatkanku saat hari itu.
Meskipun kenyataannya hari ini dan kemarin tak seperti waktu itu lagi.
Meskipun kenyataannya jarak kita menjauh seiring berlalunya waktu.
Biarlah saja, waktu memang pergi dalam setiap nafasku.
Namun tidak, perasaan ini yang masih saja untukmu.
Kini akupun semakin bertekad. Tak akan pernah lagi kulepaskan mimpi dan angan tentangmu yang mulai membanjiri. Akan terus kutampung luapannya hingga Tuhan mengijinkan suatu saat nanti.
Karena tentangmu adalah pelangi yang selalu datang bersama mentari senja. Maka hujan adalah harapan bahwa "kita" akan selalu dinanti, walaupun sebatas suatu saat nanti.


Tuesday, January 5, 2021

January - December

 Hai januari.

Masih ingat aku.

Yang masih saja mendamba.

Tau kah kamu. Aku mengejarmu.

Dalam hitungan tahun.

Aku selalu menanti dipenghujung.

Berharap akan kau ingat.

Berharap dekatku tak berkhianat.

Kita dekat. Entah bagaimana denganmu. Samakah kedekatan ini.

Aku memandangmu. Jarak kita hanya sejengkal.

Tapi.

Akah kamu pun memandangmu begitu.

Salam dariku yang masih saja mengejar.

Bahwa Desember dan Januari itu dekat.

Lantas bagaimana dengan Januari dan Desember?



Saturday, January 2, 2021

January

 Setidaknya aku tau. Kamu disana. 

Dan aku masih disini.
Menatap dengan harap.
Berharap dengan pekat.
Aku tau malam-malamku sunyi.
Dan bahkan lebih sunyi di sini.
Aku mematung menatap kegelapan.
Bukan karena hilang.
Tapi begitu banyak yang kudengar.
Tentangmu. Yang luar biasa.
Dan malam ini aku mendengar suara remuk.
Entah dimana.
Sangat dekat tapi aku tak melihat.
Hanya saja pilu dan getir itu datang.
Dengan jumawa yang mungkin dengan tawa. Entahlah.
Mungkin jika sebersit rasa tentangmu adalah sebuah kesalahan.
Aku adalah kumpulan dari dosa-dosa.
Namun jika merindukanmu adalah pahala.
Aku rela kusimpan erat rindu itu. Bahkan lebih lama dari kata lama.
Sembari kubisikkan lirih pada Sang Pencipta. Biarlah pahala itu kusumbangkan untuk neraka. Supaya semua ciptaanmu kembali menemui rasa bahagia milikku ini saat Engkau telah menciptakan dia di bumi mu yang sungguh melengkapi keindahannya.