Total Pengunjung

Saturday, December 21, 2019

Di Kota ini


Mungkin aku memang terlalu cepat untuk jatuh hati. Mengenalmu dalam hitungan hari saja aku sudah sebahagia ini. Entah itu sifat atau hanya lonjakan bahagia setelah lama disebut selalu sendiri. Dia adalah hujan yang tak pernah diprediksi sebelumnya. Pertama kali bertemu bahkan hati kecilku bilang tak akan ada apa apa. Tapi sayang semakin hari. Rasa nyaman dan tentang kata yang saling tukar itu membuat jarak yang terbentang jauh semakin mendekat. Bahkan terkadang ingin lebih dekat. Bertukar kisah, bertukar keluh kesah. Waktu tanpamu adalah rindu yang tersimpan. Tak dapat tersampaikan langsung dengan kata maupun ucapan. Ada bahagia disana tapi juga dibumbui pula dengan rasa pilu yang tak terelakkan.
Dia adalah tentang bagaimana hujan yang dinanti saat telah lelah dengan kemarau panjang.
Seperti oasis yang meneduhkan dari ganasnya padang pasir yang membentang.
Lantas masihkah aku berharap kedekatan ini tak memuai seperti embun pagi hari yang menyejukkan. Namun akan hilang saat mentari tlah benar benar siap menghangatkan siapapun yang berteduh dibawahnya.

Tuesday, December 17, 2019

Langkah Baru


Sekarang ini aku telah merintis kisah yang baru.
Aku akan melewati langit yang gelap malam ini hanya untuk mencari secuil harapan yang ada didalamnya. Genggaman tangan ini telah mulai kuat. Meninggalkan kisah kegagalan yang lalu.
Aku tersadar bahwa pandanganku selama ini belum terlalu luas. Dan kusadari pandanganku hanya tertuju pada titik kecil. Dan lupa akan luasnya bagian disekitarnya.
Seperti halnya manusia yang tak pernah bisa selamanya menyendiri. Bertemu denganmu sangatlah mudah. Dengan sekejap saja telah kembali menyatukan duniaku yang telah lama luluh lantah. Kamu datang membawa senyum. Saat aku ada dalam kehampaan yang melupakan tentang apa. Kamu sedikit berucap. Bahwa aku yang telah lelah akan kegagalan itu masih dapat bisa berkembang lebih lagi. Karena kegagalan bukanlah akhir segalanya. Dari titik itulah aku memutuskan kembali melangkah kedepan. Tak pernah lagi menyerah pada perasaanku. Sedikit berlari, yang kutuju adalah puncak yang jauh. Yang tak seorangpun mengetahuinya dan siap kembali untuk segala resiko. Hanya dengan satu alasan. Kamu ada disini kembali mengingatkanku akan kata "Kita".


Monday, December 16, 2019

Kubangan Pilu Sekali Lagi

Tokoh aku kembali datang dengan kisah fiksi yang merupakan cara terbaik menceritakan fakta. 🔎 Dimana tokoh "aku" pernah bertahun tahun menaruh hati. Tepatnya kini terhitung hampir sampai bertemu tiga kali tanggal 29 februari. 📅 Selama itu kugenggam erat seonggok hati. Yang berukir sebuah nama. Nama yang bahkan saat itu membuat hari hari monoton penuh hitam putih itu berubah jadi paket lengkap krayon lima puluh enam warna. 🖍
Awal adalah kisah manis penuh dengan cerita cerita klasik. Seseorang yang jatuh hati diam diam. Merasa hari harinya berubah. Dengan melakukan apapun yang dia lakukan. Itu akan selalu membuat tokoh aku bahagia. Aku hanya bisa melihat dari jauh. Merasa bahagia saat tau kabarmu meski hanya dari mereka. Memandang lekat kamu hanya dari sela sela mereka. Karena dekat denganmu adalah mantra yang membuat tokoh aku lupa akan semua kosa kata.📚
Bahkan detak jantungpun sepertinya lebih keras dari kalimat obrolan itu padamu. Yang sepertinya tak satupun menjadi ingatan yang kamu simpan.📁
Inikah salahku. Yang telah menunggu lama.
Atau malah justru tokoh aku yang berlama lama mengakui perasaannya?😖
Masa lalu tak pernah salah. Yang salah hanya pertanyaan "kenapa" itu datang baru sekarang, kata tokoh aku membenarkan argumentasi diri. 😶
Setelah sekian lama berjuang. Setelah sekian lama memanjatkan do'a. Setelah sekian lama berharap kalimat do'anya berpilin bersama dan sampai ditempat yang sama. Namun akhir yang disebut saat ini justru membawa pengakuan. Pengakuan tentang ke tidak pantasan. Pengakuan tentang alasan logis. Bahwa satu tak pernah sama dengan sembilan. Alasan klasik bahwa nasib kembali menjauhkan 29 februari mendatang akan membawa kabar pilu lagi. Menjadikan tokoh aku masih saja menjadi aku ditahun tahun mendatang. ⌛
Harapan pupus itu seakan menutup semua pintu perjuangan.
Ditambah lagi tokoh aku sepertinya memiliki nasib tak semujur itu. Lihat saja kegagalannya itu. Mungkin jika dikumpulkan jumlahnya akan sama dengan butiran pasir yang terombang ambingkan ombak dipesisir pantai sana. Gerombolan kecil yang jarang diperhatikan. Di injak injak diacuhkan. Ditumpuk sampah dan kotoran.
Semuanya hanya menatap jauh. Tentang lautan yang begitu semangat. Tentang langit yang begitu tinggi.🌊
Ah sudah lah. Cukup saja semua keburukan tokoh aku sampai disini. Malu rasanya mengakui berbagai keburukan ini. Seakan bercermin pada diri yang bukan lagi sebagai tokoh aku.
Hingga sore yang hujan datang kembali membawa kabar, bahwa kenyataan pahit itu kembali datang. Dengan ungkapan bahwa tokoh aku masih harus kembali dikubangan pilu sekali lagi.😢

Sunday, December 8, 2019

Pahit

Entah kenapa. Rasanya sudah lama sekali. Aku tidak melihat suasana yang lembut disekitar dirinya. Dan saat aku melihatnya kali ini. Rasanya seolah-olah memancarkan kemilau yang samar. Seolah-olah aku bisa menatap dirinya untuk selamanya. Rasa hangat itu menjalar meski saat aku menutup mata. Bahkan udara yang panas siang itu terasa sejuk seperti terguyur gerimis yang halus tanpa kebasahan saat kamu berdiri dibawahnya.
Matahari masih diatas sana. Bergerak perlahan seakan mengiringi sosokmu disana. Kombinasi yang menyejukkan yang menawarkan rasa nyaman itu. Ingin rasanya semakin mendekat. Dikejauhan dedaunan berbisik tertiup angin mengiringi lagu dilatar belakang siang itu. Aku disana hanya dapat diam mematung. Memandangmu yang mulai menjauh. Dan hanya menyisakan senyum tipis darimu mulai hilang ditelan jarak. Dimana tak sepatah katapun akhirnya dapat kuucapkan untukmu siang itu. Dan semakin menjauhnya kamu, entah mengapa mendung seakan berlari menyongsong hariku yang diiringi hujan lebat berbadai menghapus semua jejak yang kami tinggalkan dijalan itu. Diiringi hujan yang semakin deras, hari yang mulai sore. Akhirnya aku hanya berharap. Dikejauhan itu kamu tak kebasahan karena hujan. Namun dalam imajiku nyatanya telah membayangkan. Tentang bagaimana kamu saat ini. Tertawa riang dengan entah sosok siapa yang bersamamu disana, tanpa pernah meninggalkan ingatan, tentang aku yang hanya dapat terdiam siang itu sembari kembali mengagumi kamu yang selalu membuatku nyaman.

Wednesday, November 27, 2019

Desember

Aku ingin disana.
Tempat dimana kamu ada.
Aku ingin disana.
Mendengar tawa renyah dan melihat senyum hangat mu.
Aku ingin disana.
Bercerita panjang lebar tentang keseharianmu yang berwarna.
Aku ingin disana.
Menjadi bagian kisahmu yang terus dikisahkan esok dan lusa.
Dan aku ingin disana.
Sebagai bagian darimu yang kamu cari saat susah dan senang.
Berbagi tiap detik waktu denganmu.
Berbagi ingatan bahwa hari ini diakhiri dengan kita.

Aku masih saja terjatuh pada imaji.
Tentang aku dan kamu yang dikenal sebagai kita.
Malam malamku sunyi diselimuti harap.
Bahwa esok imaji dan mimpiku malam ini tak hanya terlupa usang dalam memori.
Tuhan telah menciptakanku hati yang merasa keindahan itu tak akan pernah berhenti. Maka malam ini berkali ku ucap syukur pada Engkau wahai Sang Pencipta hati.
Do'aku masih sama.
Jalan yang kulalui masih sama.
Masih merasa bahagia dengan apa yang aku ketahui tantang dia.
Yang telah lama Engkau ciptakan. Yang engkau takdirkan sebagai akhir dan awal.
Sebentar lagi Desember datang membawa kabar bahwa Januwari telah siap kembali melangkah lebih jauh. Entah karena aku tak lagi dapat berlari kencang. Atau karena Januwariku yang lebih memilih terbang. Lebih tinggi dari yang dapat aku bayangkan.

Monday, November 18, 2019

Peppermint Coffee

Duduk berdua denganmu ditemani peppermint coffee adalah fiksi dalam fiksi yang kini ku baca.
Imajinasiku menuangkan semuanya seakan ini adalah sebuah kisah nyata.
Tentang bagaimana aku gambarkan siang yang mendung kala itu.
Ditemani dinginnya udara pegunungan yang khas.
Lihat saja sekelilingmu banyak dari mereka yang membagikan canda dan tawa.
Memecah waktu seakan enggan beranjak.
Kita terdiam dalam pikiran masing-masing.
Sesekali kulihat senyummu yang masih saja seperti dulu.
Tak pernah aku bosan menatapmu lama.
Meski jantung resah jika bisa sedekat itu denganmu.
Beberapa kata kembali kuucapkan agar kita tak sehening itu.
Obrolan ringan dari berbekal topik mendung.
Sedikit berfilosofi tentang hujan yang mempertemukan kita.
Tentang hujan yang seakan menakdirkan kita untuk bersama lebih lama.
Tapi dari obrolan kita masing masing lupa. Bahwa hujan akan berhenti.
Dan kisah fiksi akan habis halamannya.
Maka sekali lagi kupilih saja mengakhiri.
Mungkin esok kau akan kembali.
Bersama hujan yang lagi-lagi membasahi.
Beberapa rindu yang dititipkan pada mentari.


Thursday, October 31, 2019

Tanpamu

Pernahkah kau melupakan sesuatu.
Tentang aku yang selalu ada.
Tentangmu adalah hal paling dekat dalam anganku.
Meberiku semangat tentang menjalani kehidupan yang keras.
Bertahun lamanya apakah ini waktu yang tepat mengucapkan selamat tinggal dan sampai berjumpa lagi.
Terimakasih hingga kini kamu masih menjadi alasanku tersenyum tiap menuliskan kata tentangmu.
Dan andaikan saja aku dapat lebih dekat.
Mungkin hatiku akan lebih kuat.
Untuk terus menghadapi hari esok.
Karena kamu adalah jalannya takdir yang masih saja kelabu diantara pekat dan cerahnya hari-hariku tanpamu.

Friday, October 25, 2019

Lekat

Ingin rasanya kembali lekat menatap.
Entah itu mentari pagi ataukah senja yang beriringan dengan malam.
Aku duduk termenung melihat dari kejauhan.
Ciptaan Tuhan yang tak pernah terbayang tapi kini lekat dalam ingatan yang tak pernah hilang.
Waktu dan kamu adalah kombinasi yang melambatkan laju takdir.
Tentangmu aku akan terus setuju.
Tentangmu aku telah terus merindu.
Karena kamu, aku jadi tau yang lebih dari kata pilu dan rindu-rindunya yang manis.
.

Sunday, October 20, 2019

Menjelang 11

Aku masih sering menatap ke arah yang sama.
Berharap disana kau ada.
Berharap disana kau masih seperti waktu itu.
Pagi adalah alasanku kuat menahan dingin hanya untuk melihatmu.
Entah mentari yang masih bersembunyi dibalik awan.
Ataukah pagi itu masih terlalu pagi untuknya datang.
Aku sudah disana menanti.
Aku sudah disana berharap.
Sesekali kulihat wajah senyummu.
Mengawali pagi hariku dengan degup kencang seakan hari ini adalah hari terbaik untuk berkisah.
Entah berapa lama aku terdiam.
Melihatmu hanya dari kejauhan.
Ditempat yang sama aku hanya pengamat.
Yang gagal menyapa dengan sebuah kata.
Banyak waktuku yang terbuang.
Hanya karena aku berkali terlambat menyadari.
Betapa penting Tuhan telah menciptamu.
Betapa sempurnanya Dia membawamu disekitarku selama ini.
Namun kini hanya rindu yang tak pernah sampai.
Aku tak lagi dapat melihatmu seperti dulu.
Yang telah menghiasi pagiku menjadi lebih hangat dari mentari.
Yang membuat gelap malamku tak sekelam itu.
Dan kamu adalah alasan mengapa aku kembali lagi menuliskan barisan kata ini sebagai pengingat bahwa tentangmu masih ada dalam ingatanku.

Tuesday, August 20, 2019

Tak ada Lagi

Tak ada yang sedekat malam dan pagi.
Dan tak ada waktu yang lebih lama dari malam dan pagi
Maka kuceritakan sekali lagi.
Perihal menyatakan perasaan yang sulit.
Tertinggal dan terkubur dalam diam.
Adalah tentangmu yang kembali.
Lebih dekat.
Seperti dekapan seorang kekasih.
Aku melihatmu lama.
Dan masih seperti dulu.
Yang berbeda adalah mungkin hatiku kini telah kembali. Membawa kabar bahwa mulailah merasa dan apapun yang digariskan mungkin akan bertepi menjadi muara kesimpulan yang akan sampai pada tempat dimana semuanya pasti terjadi. Entah bahagia denganmu ataukah menangis pilu karena hanya dapat melihatmu bahagia disana.

Arunika

Warna bukanlah sebuah warna yang bermakna.
Bila ia tak senada dengan warna bibirmu yang merona.
Keharuman bukanlah sebuah keharuman yang dikagumi.
Bila ia tak melekat pada rambutmu yang kelam.
Kehangatan ini bukanlah rasa hangat yang dirindukan.
Bila ia tak bersama dengan senyum dan sapaan darimu.
Lihat, ternyata dunia nampak pucat jika disandingkan denganmu.
Selain aku adakah yang pernah menuliskan ini karenamu?
Maka kini dihadapan langit yang setiap hari kita pandang ku umumkan.
Selama pagi dan senjanya masih ada didunia ini.
Selama itu pula kalimatku adalah tentangmu.
Selama matahari dan bulan masih memberikan sinarnya pada dunia ini.
Selama itu pula kumpulan bait bait dariku adalah untukmu.

Mungkin,
Aku adalah ingatan yang telah dilupakan bagimu.
Namun,
Aku pula lah nama yang tak pernah kau tulis dihatimu.
Aku yang keras kepala jika sudah menuliskan tentangmu.
Yang sepertinya terlalu mendamba hingga lupa siapa sebenarnya tokoh "aku".
Semuanya tampak tak nyata.
Aku tak pernah tergambar nyata oleh pembaca.
Berbeda dengan kamu yang selalu tergambar dengan indah oleh mereka.
Seolah olah adalah sosok sempurna tiada tara yang telah Tuhan ciptakan di dunia.
Dan "aku" sekali lagi muncul sebagai tokoh utama yang menghilang dan tenggelam dalam "kamu".
Kamupun terukir abadi dalam benak mereka.
Jangan lagi kau sembunyikan siapa pemilik. mata indah yang begitu dikagumi.
Karena mungkin sang aku terlalu sulit mengungkap siapa.
Maka kuumumkan saja.
Bahwa dialah sosok imajinatif yang paling dekat dengan fiksi untuk menkisahkan hal-hal nyata menjadi barisan kalimat manis tanpa cela.

Baitku hanya akan berjalan tentang kamu setiap saat seperti ini.
Seperti halnya bumi yang senantiasa berputar mengelilingi matahari.
Disini akan selalu kau dapati sosok kamu yang tak pernah menyatu dengan aku.
Karena kenyataan tetaplah memilukan dan imaji nyatanya terasa manis tak tergambarkan.
Maka kupersilahkan hancurkan saja mimpi-mimpiku hingga berkeping keping.
Dan setelah hancur sehancur hancurnya semua debu mimpi mimpi itu akan selalu menyertaimu
Alasannya pasti kamupun memahaminya.
Karena kalimat terindahku hanyalah kamu.

Sunday, August 18, 2019

Mimpi fiksi...

Mimpiku semalam tak kunjung luntur dari ingatan.
Tentang kamu yang bahkan hampir aku menyerah dan melupakan.
Dalam kisah nyata yang begitu jauh.
Dalam jalannya takdir milikku yang tak sebagus milikmu.
Namun dalam kisah bunga tidurku, kamu hadir menolak semua kenyataan yang ada.
Beberapa dialog pendek.
Sebuah perjalanan panjang.
Menembus batas waktu yang singkat menjadi hari hari yang panjang.
Ada beberapa bagian yang tak masuk akal.
Namun tetap logis dan dapat berjalan seperti apa adanya.
Tentang tempat tempat yang pernah aku kunjungi dan masih melekat pada ingatan.
Menjadikan setting latar yang terasa nyata.
Yang berbeda adalah hadirmu disana.
Tentang kedekatan dan tentang keberanian.
Kuutarakan semua dengan lantang.
Yang selama ini hanya dapat kupendam dalam dalam.
Tawa riangmu. Peluk hangat denganmu. Malam malam yang dilewati bersama. Kepastian bersamamu yang meski terasa begitu drama. Tentang malu malunya kita saat berdua. Dan tentang bagaimana berbagi malam yang panjang menjadi begitu singkat karena telah bersama.
Adalah selingan yang Tuhan berikan padaku malam ini.
Kedekatan denganmu adalah langkah panjang pada waktu yang terbatas.
Telah aku lalui dan rasa senang yang tak pernah terbayangkan.
Tentang kamu yang mulai aku menyerah.
Ternyata menjadi sedekat itu kembali.
Mimpi memang begitu menggiurkan.
Seakan aku ingin selamanya terlelap dalam dunia itu.
Namun mentari telah datang.
Membawa sinarnya yang menandakan hari baru yang gemilang.
Membangunkanku dari semua minpi yang nampak nyata dan begitu indah.
Dan akhirnya membuatku termenung panjang. Mencoba mencerna semua kenyataan.
Yang menggiringku pada kesimpulan, bahwa fiksi semalam adalah tanda bahwa kisah nyata lebih memilukan dan menyesakkan. Tentang kegagalan dan ketidak beruntungan. Namun setidaknya dalam fiksi aku bahagia semua yang membebaniku dapat terlepas dan berubah menjadi kisah penuh kebahagiaan dan akhir yang mebahagiakan.
Hari ini apakah kabarmu disana dalam kenyataan yang tak lagi aku dapat berbincang?


Tuesday, August 6, 2019

Langit yang Sama...

Pernah kau berdiri tepat dihadapanku.
Tapi entah mengapa kata-kataku tak mampu menggapaimu.
Padahal kita selalu memandang langit yang sama.
Tapi kamu terasa begitu jauh.
Dalam benakku mencari berbagai tempat terbaik.
Tempat terbaik melukiskan banyak hal tentangmu.
Meski nyatanya aku tak tahu bagaimana cara untuk sampai kesana.
Hanya harapan suatu hari nanti akan adanya kita disana.
Didepan hamparan padang bunga yang bermekaran dan berbisik karena tertiup angin.
Saat ini haruskah aku menembus langit.
Hanya untuk berharap aku kan bisa meraih tanganmu.
Dan dengan jelas mendengar tawa serta merasakan hangatnya senyummu.
Agar aku bisa mengatakan ucapanku yang tertahan.
Karena rasa sakit akibat kegagalanku selama ini.
Dan karenamu pulalah aku tak rela terhinakan karena menyerah.

Wednesday, July 31, 2019

Kala Itu...

Harus kutuliskan.
Suasana kafe yang tenang.
Lampu hias gaya klasik yang terang.
Aroma kopi yang khas.
Dibumbui suara pertemuan antara logam dan keramik.
Kamu duduk disamping jendela dengan pemandangan diluar yang sepi. Menyambut matahari yang telah tenggelam diperaduannya.
Terukir senyum pada wajahmu yang sedikit tersapu make up tipis nan menawan dengan pose menopang dagu membuat kehangatan malam itu lebih tentram.
Dikejauhan terdengar sebuah lagu diputar dengan lirik yang familiar. Membuat sosokmu terpatri dalam kalbu yang memandangnya.
Kursi didepanmu masih kosong.
Seakan menanti seseorang yang akan datang.
Sesekali terlihat kamu menikmati aroma dan rasa kopi pesananmu.
Tak lama seorang laki-laki datang. Merubah senyum manismu menjadi tawa kecil nan anggun.
Membuat siapapun tak akan lupa bahwa kebesaran Tuhan adalah menciptakan makhluknya paling sempurna.
Cukup lama obrolan kecil yang dihiasi senyum dan tawa anggun itu disana. Seketika itupula obrolan dan tawa itu berubah. Menjadi diam yang panjang. Menatap dalam mata lelaki itu dengan senyum yang seperti tak pernah lelah. Lelaki itu bernyanyi. Lirik familiar ditemani dengan petikan gitar akustik yang menawan. Sekan melengkapi senyum indahmu malam itu.
Sejenak kamu lupa kopi dan cemilan pesananmu mulai dingin.
Namun kamu dan senyummu masih saja menghangat.
Matamu berbinar senyummu masih saja ada.
Jantung berdegub semakin kencang saat lirik sampai pada bagian reff. Hingga lagupun berakhir.
"Romantis" katamu pendek.
Satu kata yang membuka obrolan baru. Dan kini mereka lebih dekat dari sebelumnya.
Senyummu makin indah saat lelaki itu mencium tanganmu. Tawa pecah diantara mereka berdua.
Lantas bagaimana aku begitu paham suasana saat itu?
Tak usah kalian tau.
Aku hanya penikmat FIKSI yang kini harus berlalu pergi. Karena tak pernah berada disisi.

Tulisanku...

Kepadamu aku ingin menulis.
Tentang jarak.
Tentang rindu.
Tentang waktu.
Dan semuanya membawaku padamu.
Karena adanya kamu.
Karena tuhan telah menciptamu.
Dan karena hati telah sampai pada rasa tentangmu.
Sudah begitu lama senyum milikmu telah membuatku luluh.
Malam-malamku selalu mengingatkan pada gelapnya rambutmu.
Setiap pagiku adalah kehangatan yang mengalir karena tawamu.
Maka hari-hariku tak lain lagi adalah kamu.
Kepadamu ingin kusampaikan barisan-barisan kata yang sengaja ku pilih, bahwa sekarang aku masih saja membayangkan wajahmu dalam tulisanku.
Yang kuharap entah suatu saat nanti masih sempat terbaca.

Sunday, July 21, 2019

Yang ditunggu petang itu...

Harus seperti apa lagi kugambarkan dirimu.
Bahkan saat kucoba memejamkan mata.
Gambaran dirimu masih begitu jelas dalam imajiku.
Harus seperti apa lagi kusangkal semua rasa tentangmu.
Bahkan saat aku mencoba menghapus semua perasaanku dalam jurang keputusasaanku, kamu disana dengan kehangatan yang selalu kembali padamu.
Aku hanya segumpal hati yang rapuh.
Yang jatuh berkali kali.
Yang hampir mati mengering karena pilu.
Dan kamu adalah hujan yang membuat hati ini kembali subur. Penuh dengan rimbunnya pepohonan yang menutup rapat taman bunga yang penuh dengan perasaan menggebu.
Tentang kamu adalah tentang rindu.
Tentang kamu adalah tentang waktu.
Karena tentang kamu adalah alasan kuat untuk kembali mengingat masih ada masa yang disebut waktu itu.

Friday, July 12, 2019

Dari Sepucuk Senyum Milikmu

Menatap dalam pada mata senyummu.
Aku kembali mengingat bait bait tentangmu yang pernah kutulis.
Ada yang begitu sederhana.
Namun juga ada yang bahkan aku tak mengerti mengapa aku menuliskan kalimat itu hanya karena kembali melihat senyummu sekilas itu.
Kamu adalah satu dari kamu-kamu lain yang aku jadikan bahan tulisanku.
Namun pagi itu terasa berbeda.
Saat aku terlalu jatuh saat harus pupus karena ketidakpantasanku itu.
Raut senyummu hadir. Seakan aku terlalu bahagia. Meski entah atas alasan apa kamu tersenyum saat itu.
Dan tahukah kamu. Apakah kamu masih mengingat apakah alasanmu tersenyum pagi itu?

Thursday, July 11, 2019

SOLO

Dikota ini. Adalah sebuah cerita.
Tentang senja deru kereta api yang ditunggu dan kamu.
Kala itu aku hanya bocah yang bahkan tak tau mengapa dulu kita bisa sedekat itu.
Menghabiskan banyak hari dengan waktu singgahku yang terbatas.
Namun denganmu adalah alasan aku untuk kembali ke kota ini dengan sejuta pesonanya.
Tentang waktu.
Tentang tawa riang.
Tentang kamu dan senja dimana aku akan merengek jika mulai terdengar suara yang khas.
Bergeseknya roda dengan jalanan besi yang membuat siapapun akan tau. Ini adalah waktunya menunggu.
Menunggu untuk kedua kalinya diseberang jalanan itu.
Hanya karena manusia telah menciptakan yang kini disebut kereta api.

Wednesday, July 10, 2019

Jatisari

Sebuah pagi disini sama-sama dingin.
Yang berbeda adalah bunyi khas saat kayu dipotong dengan gergaji mesin adalah tanda dimana hari baru telah dimulai.
Dikejauhan kamu pun akan mendengar sayup-sayup suara klakson mobil angkutan umum mengantarkan penumpangnya berburu jam yang berlari mendekati tempat tujuannya masing-masing.
Beberapa burungpun akhirnya mulai keluar daei sarangnya dengan suara yang khas. Dibarengi dengan bunyi bertemunya rantai sepeda dengan gir para ibu-ibu dan beberapa anak perempuannya yang mulai berburu panganan khas pagi untuk asupan tenaga dipagi hari.
Ah kawan. Jika kau sehari saja benar-benar menyelami tempat ini. Ada rindu yang membekas untuk kapan akan kembali kesini.
Aroma daun salam yang dikombinasikan dengan aroma khas daun jati muda sebagai alas makan adalah pelengkap makanan pagi yang disini disebut "jenang kulub" merupakan penganan wajib untuk menghangatkan badan saat pagi masih terlalu dingin.
Aku yakin sesuap saja dengan sendok dari daun pisang ini akan membuatmu ketagihan. Hingga nyatanya kamu telah menghabiskan seporsi sarapan yang begitu menghangatkan ini.
Masihkan kau berfikir ini bukan sebuah alasan untuk kembali merindukan.

Friday, July 5, 2019

Anonim anonym anonimyous ?

Ada kalanya kamu entah akan atau pernah, bertemu dengan seseorang yang membuat hatimu terguncang.
Rambut hitam dan elegannya.
Postur berdirinya yang anggun bagaikan bunga lily.
Auranya yang rapuh bagaikan ilusi atau mimpi.
Dan dia telah mencuri segenap posisi dihatimu. Bahkan dari jarak ratusan meter. Kamupun terpukau olehnya.
Dan dari kejuhan itu kamu hanya dapat memendam sebuah ungkapan "akankah dia hanya sebagai seseorang tanpa nama.."


Tuesday, June 25, 2019

"Aku di sini Memperhatikanmu"

Tentang kamu yang begitu menyesakkan, tak akan hilang dari ingatan siapapun. Meskipun kupikir telah lupa.
Meskipun berkali mencoba melupakan dan terlupa. Namun ingatan itu akan ada.
Entah untuk berapa lama. Yang kupikir itu selamanya.
Pernah berkali kali aku mencoba untuk menyerah.
Pernah pula mencoba melewatkanmu berkali kali.
Dan meski mungkin kuputar waktu sekalipun.
Tapi aku merasa semua hal yang aku temui tetap saja menghidupkan kembali ingatan tentangmu.
Jauh diujung imajinasiku disana ingin aku mengatakan, meskipun hanya aku satusatunya orang disana. Aku disini memperhatikanmu.

Sunday, June 23, 2019

Di Sudut Kota Itu...

Terlalu lama dikota ini.
Aku takut.
Menatap kenyataan pahit tentang kamu. Terlalu banyak hal yang bahkan kucoba reka sendiri.
Tentang kamu dan keseharianmu.
Tentang kisahmu dan semua kenyataan yang aku hayalkan dulu.
Adalah kenaifan seorang yang mengenalmu lama.
Dan terlambat menyadari bahwa kamu kini sudah sejauh itu.
Aku yang masih saja terkagum.
Mengekor jauh tentangmu.
Dan merangkak supaya mendapat bahagia atas apa yang membuatmu bahagia. Namun nyatanya langkahku tertatih dan engkau masih saja berlari.
Akankah suatu saat nanti kita sampai pada tujuan yang sama.

Thursday, June 6, 2019

Fiksi dan Imaji

Kamu adalah sosok imajinatif.
Yang bahkan lebih fiktif dari sebuah fiksi.
Keindahanmu adalah bagian dari alur cerita yang kubangun sendiri.
Tentang bagaimana sebuah senyum yang selalu sebagai latar utama.
Tentang rindu yang terasa tak lagi terbendung.
Tentang "Kamu" yang masih saja pilu karena bertahun lamanya tetap menjadi kamu meski dalam imaji.
Ah. Bagaimana ini jika aku sebagai tokoh utama lebih mengagungkan tentangmu?
Masihkah kamu ingat bagaimana pertama aku terkagum pada semua tentangmu.
Aroma khas dari siangnya sebuah kota. Panasnya suhu udara disiang hari.
Dan tentang bagaimana sapaan riangmu kala itu.
Waktu memang telah membuat kita saling jauh.
Meninggalkan masa kala itu yang kini kita sebut dulu.
Apakah sesalah itu jika aku masih saja merindu pada kata waktu itu.
Sebuah perjalanan pendek dari "Aku" yang hanyut pada jalanan buntu mengenai bagaimana nanti.
Mengenai kebodohanku yang hanya tau bahwa waktu milikku hanya berjalan saat itu.
Mengenai bagaimana naifnya perasaanku yang tak tau bahwa itu tentangmu.
Kini bukan lagi nanti. Karena kini adalah penyesalan yang seakan tau bahwa dulu aku hanya satu dari ribuan tokoh yang mampir dalam kisahmu yang masih saja ku kagumi.

Tuesday, June 4, 2019

"Sembah pangabektos"

Dikutip dari buku
Kiai Hologram
karya Emha Ainun Nadjib

"Kawulo caos sembah pangabekti, mugi katur ing ngarsanipun Ibu lan Bapak, mbok bilih wonten klenta-klentunipun atur kulo saklimah, tuwin lampah kulo satindak, mugi Ibu soho Bapak kerso maringi gunging samodra pangaksami, kawulo suwun kaleburno ing dinten riyadi puniko..."

"Sugeng Riyadi"

Kepareng matur.
Sowan kulo sepindah silaturahim.
Kaping kalih. Dene ing dinten riyoyo fitri puniko kulo ngaturaken "minal aidzin wal faidzin" "sugeng riyadi" sedoyo kalepatan lahir lan batos nyuwun agunging pangapunten.
Mboten sanes nyuwun tambahipun barokah.

Thursday, May 23, 2019

Waktu

Waktu dan kita selama ini. Telah diisi penuh dengan bermacam rasa.
Itu adalah saat dimana kita telah saling tau. Namun masih saja menatap jauh diangkasa yang tak sedikitpun bergerak.

Monday, May 20, 2019

Salya

Memandangmu jauh. Hati menggebu dan penuh harap mendamba.

Dekat denganmu syair syair mengalir seperti aliran sungai yang tak terbendung.

Bersamamu. Semua pemikiranku buntu.

Dan saat memilih menjauh darimu. Aku tenggelam dalam lautan penyesalan tanpa dasar yang membuatku pilu akan semua hal yang tak aku lakukan saat bersamamu.

#20052019

Saturday, May 18, 2019

Mimpi Tentangmu adalah Pilu

Mimpiku masih saja tentangmu.
Meski waktu telah berlari jauh dari dalam mimpi.
Namun. Tentangmu adalah bagian yang tak terjamah.
Kamu masih tetap sama. Seperti bayangan bayanganku yang dulu.
Kamu masih tetap disana. Seperti kamu yang selalu aku tau.
Sebuah jendela terbuka. Namun sayang rasa pilu itu datang mengabarkan bahwa aku tak sepantas itu untukmu.
Saat semuanya harus berakhir. Dan kamu memilih pergi, aku hanya bisa mengenang bahwa kamu pernah disana.
Bagiku, kamu masih saja ketidakmungkinan yang jauh.
Berada dalam kasta yang berbeda. Dan tak semestinya setara.
Bahkan hanya dalam mimpi. Tentangmu adalah keindahan yang hanya dapat dinikmati sebagai sosok yang jauh. Dan disitu, aku harus bangun karena waktu telah menangkapku dan memaksaku keluar dari dimensi tentangmu.

Saturday, May 11, 2019

Tempat Kamu Kembali

Kesana aku pergi, dan entah mengapa menghadirkan wajah itu lagi.
Dengan dihiasi senyum yang menghangat dalam balutan sapaan yang begitu kukenal.
Disana aku menyembunyikan sisi lemahku.
Tapi jauh dalam pandangku kamulah yang menguatkanku.
Apakah memang harus seperti ini rasa tentangmu?
Tawa riang milikmu. Tangis kesendirianku. Lemahnya aku saat didekatmu. Dan rasa sepi yang selalu menghinggapi.
Mengapa pilu ini masih saja datang saat kamu adalah bagian dari tulisanku.
Ingin rasanya kuceritakan semuanya padamu. Namun apa daya jarak kita sudah terlampau jauh.
Jika kamu masih sedikit mengingatku. Masihkah langkah gontaiku mencapaimu lagi.
Meski waktu telah banyak merubahmu, tapi yakinlah rasa tentangmu masih sama.
Pernah kupanggil kamu sampai batas terakhir suaraku, sehingga kamu tak tersesat dalam belantara dunia yang membuatmu hilang arah. Disana dengarkan saja suaraku dan ikuti. Maka diujung sana akan ada aku yang mengantarmu pulang sebagai tempat kamu kembali suatu saat nanti.

Monday, May 6, 2019

Tak Kunjung Jadi "Kita"

Kini adalah waktunya mengalah. Mengaku kalah dan benar benar harus berhenti. Karena senyatanya hanya sesosok bayangan yang terlihat menandakan bahwa jalanan ini telah tertutup dan tak lagi menerima pendatang.
Kita hanya orang asing yang tak sengaja bertemu dan kenal satu sama lain. Dan perasaan yang terlambat adalah cara bagaimana dunia memancing kita pada tulisan tulisan sendu yang membawa kita dalam perasaan ngilu. Rasa pahit adalah rasa yang ada meski tak senikmat rasa manis tapi jika dibandingkan dengan perasaan hampa semuanya tak lagi ada. Kadang kami berfikir apakah hati telah rusak. Karena tak lagi merasa. Ataukah hati telah mati karena rasa hanya sekeping ingatan yang bahkan hampir terlupa.
Tuhan. Kami tau, jika tulisan tulisan kami hanya ada makna yang merana. Seakan tak lagi ada kenikmatan yang kami rasa. Bukan karena kami tak mensyukuri nikmat yang Engkau beri. Hanya saja .......
Kisah kami yang nyatanya tak kunjung menjadi "kita".

Saturday, April 27, 2019

Karena tentangmu

Karena tentangmu aku menulis. Setiap kata yang kupilih adalah gambaran utuh sosokmu dalam ingatanku yang rapuh. Lantas mengapa tiap kata itu mengalir. Meski telah lama terbendung. Kini ia pun runtuh. Dan membiarkannya mengalir jauh. Hingga hari ini sekali lagi aku menulis. Kata-kata yang ku lihat karena kamu adalah gambaran terlengkap dari perasaan hangat yang tak dapat diungkap. Hingga kini tulisanku kembali menjadi kamu.

Thursday, April 25, 2019

"Kamu" dan Jauh

Mentari pun tenggelam. Diujung lautan yang bahkan hanya dapat kulihat satu sisi tepinya. Kulihat ombak yang tak pernah berhenti. Kurasakan hangatnya pasir lembut berwarna gelap itu. Dan mulai berjalan. Meninggalkan jejak disana. Meski terus kutuliskan tentang itu. Nyatanya tetap saja tak bisa dianggap indah. Kesalahannya bukan pada kata yang kupilih.
Aku masih mengingat bayang tentang mu diujung sana. Tempat matahari terbenam.
Aku masih menunggu...
Hey kamu yang jauh disana
Hey kamu yang menciptakan kejauhan yang nyata
Telah lama aku menunggu
Sesosok "kamu" yang penuh dengan mimpi besar itu
Selama ini aku mengikuti jejakmu dari sini
Dari hari itu hingga hari ini
Berharap lagi kehangatan saat dekat itu
Adalah lagi tempat aku mengerti bahwa "kamu" merupakan keindahan yang membuatku mengerti arti keindahan menjadi "aku".

Saturday, March 2, 2019

Melepas

Kau pun pergi setelah kunjungan singkat itu.
Tanpa meninggalkan kata bagaimana cara agar kau menetap disini
Kita pernah dekat. Tapi waktu selalu memberi isyarat untuk menyerah
Memojokkanku untuk menjadi lemah dan tak berdaya
Kamu memang benar membuat siapapun terpesona
Dan jarak adalah sebuah alasan untuk pergi menjauh.
Dengan setengah berlari kamu terlihat begitu terburu-buru
Lantas bagaimana aku bisa bertahan selama ini bila hanya masa lalu tentangmu yang kini tertinggal.
Dapatkah kamu sedikit melihat yang kau tinggal jauh ini. Dan masihkan ada sedikit niat untuk kembali tinggal disini.
Adakah sedikit perasaanmu yang merasa bahwa keberanian kecil diujung gelap dipojok belakang terselipnya ingatan tentangku disana yang memintamu untuk jangan pergi
Membeku ditemani gerimis yang mendatangkan kabut dan mulai memudarkan sosokmu dan perlahan menghilang.
Bersama malam yang gelap. Ditemani dingin yang menusuk dan sunyi yang menghilangkan bahwa melepas keputusasaan itu adalah satu hal keindahan yang tersisa. Dengan dilepaskannya hembusan nafas pelan masihkan ada desah yang tertinggal sementara waktu.
Karena bahwasanya. Manusia adalah tempat dimana tak ada yang tak bisa untuk dilupakan.
Maka mungkinkah aku adalah sebuah pengecualian untukmu. Sama seperti kamu adalah pengecualian untukku.
Dan dengan harapan kecil yang masih tersisa ini biar kuminta nasib yang tak masuk akal. Supaya kamu mengingatku. Meski sebenarnya aku benci menggunakan pengharapan lemah terakhirku ini. Untuk membenarkan kenangan tentangku masih ada padamu. Namun nyatanya aku hanya menemukan dirimu tanpa adanya aku disetiap ingatan yang pernah kita buat.

Tuesday, February 26, 2019

Prajurit Jelata

Namamu adalah empat huruf yang terdiri dari dua konsonan berbeda dan dua huruf vokal yang sama.
Dan sosokmu adalah ketidak mungkinan untuk dimiliki.
Entah karena alasan kasta.
Entah karena alasan silsilah.
Tak usah lagi diperpanjang ketidak mungkinan itu.
Karena keserasian dibangun atas ke"sama"an yang telah diatur oleh peraturan yang tak tertulis oleh hukum dunia.
Tanda tandanya jelas. Lihat saja sekeliling dia. Siapa pria yang tak mengakui keindahannya.
Seketika itu kamu pertama melihat akan terus teringat. Dan itulah mengapa hanya kasta kesatria yang mampu meluluhkan hatinya.
Dan... Kami hanya prajurit jelata.
Yang hanya tau mengabdi dengan gelar "suka rela" dan bertuliskan relawan. Masihkah kalian bilang bahwa itu "pantas"?
Mengubur diri pada jurang terdalampun itu tak akan cukup.
Karena begitulah peraturan tak tertulis dunia yang menggariskan semua yang bergelar "putri mahkota" tak akan pernah menjatuhkan hatinya hanya untuk prajurit jelata.
Jika cinta memiliki istilah buta. Tapi apa daya jika masih saja bertepuk sebelah tangan. Saat kami begitu mendamba. Dan hanya dambaan itu sajalah yang bisa kami lakukan tanpa pengharapan lebih.
Karena takdir yang berjulukan relawan memang tak sepatutnya dikenang oleh negerinya sendiri. Kami ada saat ada yang membutuhkan. Dan kami akan dilupakan saat semuanya tak lagi diperlukan.
Tidak seperti namamu yang bahkan sulit untuk dilupakan saat empat huruf tersusun rapi. Maka disitulah ruang penyimpanan dalam hati kosong kami akan kembali terisi dan berlabelkan "masih belum pantas" untuk dimiliki.

Monday, February 25, 2019

Esok pagi

Disaat hari memaksaku dengan rasa lelah dipenghujung hari ini.
Ingatanku menghadirkan kamu.
Tersenyum hebat yang lengkap dengan suara menyejukkan itu.
Semua yang kulihat sebelum gelap adalah kamu.
Perlahan mengusir semua penat dalam kisahku yang sangat biasa.
Harapan harapan muncul meletup letup seperrti sekaleng soda yang baru dibuka.
Namun ia bercahaya seperti ledakan kembang api dimalam tahun baru yang tak pernah terhenti.
Dan dalam mimpi yang akan kuperoleh malam ini kurapalkan do'a agar semua mimpi indah denganmu adalah isyarat bahwa kamu memang ada untuk mewarnai hangatnya mentari esok pagi.

Saturday, February 23, 2019

Kata "Kamu"

Karena Sepi dan sunyi nyatanya mencoba mengajakku bermain dengan imajinasiku sendiri.
Dengan merubah sosokmu sebagai barisan kata yang tak berbentuk.
Senyummu adalah kata termanis bahkan dari kata manis itu sendiri.
Tawa riangmu adalah pertemuan dua kata yang bahkan membuat imajinasiku makin liar.
Dan menatap semua postingamu adalah senyata keindahan yang telah Tuhan ciptakan untuk aku kagumi. Serta memaksaku untuk memuji keagungan-Nya.
Disini aku ingin imajinasiku memaknai bagaimana makna indah dalam dirimu tercurah. Namun senyatanya aku sendiri telah lelah mencari padanan kata akan keindahan itu.
Kamu adalah gambaran dalam rasa syukur. Dan tak perlu aku akui pun keindahan itu telah banyak dikenal oleh banyak orang.
Sering aku bertanya, berapa banyak orang yang telah menuliskan ini hanya karenamu. Mungkin ini hanyalah kesekian kalinya kamu dijadikan kalimat kalimat panjang dengan kata "kamu" yang menjadi kata berkali aku ulang hingga rasa bingung datang memaksaku berhenti. Karena semua kata yang telah aku pilih akan membisankan jika berkali aku ulang kembali.

Wednesday, February 20, 2019

Sampai Di Sini

Dan kenyataan kembali jatuh.
Saat sepotong penyesalan kembali datang.
Kamu terlewatkan.
Menjadi jauh dan menghapus semua pengharapan.
Dulu mengenalmu adalah hal yang tak pernah terpikir.
Kini saat kejauhan itu datang. Kedekatan yang dulu terlewatkan adalah sebuah bom atom yang ternyata harus meledak sekarang.
Tentangmu kini aku tau. Semua tentangmu begitu dekat. Tapi nyatanya sejauh ini.
Melewatkanmu adalah bagian dari penyesalan saat aku tau semua tentangmu saat ini sudah seharusnya aku ingin benar benar lupa.
Bahwa ribuan kalimat yang menandakan kamu telah memiliki. Maka tak ada jalan lain selain pergi dengan pertanyaan, mengapa engkau sadarkan aku kembali Tuhan? Dengan semua kenyataan yang hanya membuatku semakin terdiam. Dan namamu adalah "sampai di sini"

Tuesday, February 19, 2019

Membaca kembali ataukah Kembali membaca ?

Aku mulai tenggelam lagi pada kebiasaanku yang dulu.
Kembali mengubur diriku dengan buku-buku dan mulai berbicara dengan diriku sendiri.
Awalnya hanya perbincangan ringan tanpa makna. Yang kini telah mulai menjalar pada pertanyaan pertanyaan tentang waktu, dulu, kini dan nanti.
Semuanya bukan mencari jawaban semata.
Terkadang makna adalah kalimat tanpa bentuk yang hanya dapat dirasakan dengan perasaan yang tak biasa. Tidak ada benar salah. Hanya sebuah perasaan yang terkadang kita lupakan.
Jika kalian menunggu aku menggambarkan dengan panjangnya kalimat ini. Maka kalian telah salah.
Mari kita kembali pada diri kita masing masing.
Kembali terdiam sembari menunggu perbincangan dengan topik yang baru. Dengan tema yang baru. Untuk kembali pada kebiasaan kita. Dan berharap yang lalu akan membaik. Yang kini bukan lagi masa lalu. Serta nanti saat yang diharapkan menjadi sebuah arti kembali.

Saturday, February 2, 2019

Bagaimana Kamu

Senja adalah lara saat kau mengeja dengan hati yang terluka.
Senja adalah bahagia saat kau melukis bersama rindu dan suka cita karena bersama.
Jangan salahkan jika senja mengingatkanmu akan memori buruk.
Karena senja pun tak butuh kau puji saat dia memberikan kenangan manis.

Malam akan terasa menentramkan saat kau kaitkan dengan berakhirnya semua kegundahan.
Namun malam pun dapat membuatmu merasa hilang, dingin, pilu dan sunyi. Jika hal-hal yang kamu pikirkan tak kunjung hilang.
Yang jelas entah bagaimanapun saat malam menjadi malam dia hanya menjalankan tugasnya. Namun terkadang suasana hatilah yang menentukan.

Hingga pagi datang, kehangatan akan menjalar setelah kamu dibangunkan dari beragam cerita yang tak pernah kau rencana. Membawa hari baru dan kesibukan baru.
Menanti pagi adalah menunggu matahari meninggi. Akan menjadi kalimat seperti ini saat yang kamu rasakan adalah secuil kebahagiaan. Dan akan menjadi ungkapan perasaan saat semua keadaan menjadikanmu merasa terjatuh kembali.

Maka akhirnya kamu akan sampai pada siang. Setelah penantian panjangmu dari matahari yang mulai muncul. Hingga pada matahari telah membumbung tinggi. Memberikan beragam kisah bahwa hari telah sampai pada inti dalam cerita yang akan kembali membawamu pada senja yang hatimu pilih.

Thursday, January 31, 2019

April

Mengenalmu adalah malam yang menenangkan.
Melihatmu adalah sepucuk pagi penuh kehangatan.
Senyummu adalah alasan untuk terus menuliskan kata yang datang.
Dan kamu adalah sesosok makhluk yang Tuhan ciptakan untuk melengkapi hari-hariku.

Akhir dari Januwari



Perjalanan Januwari